Jakarta, DKPP –Â Undang-Undang
Partai Politik perlu penyempurnaan lagi. Tujuannya untuk perbaikan peran partai
politik dalam meningkatkan profesionalitas dan integritas. Hal tersebut sebagai
kesimpulan dalam acara Focus Group Discussion
Penyempurnaan  Undang-Undang Partai Politik di Gedung Widya Graha,
Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (4/9) pukul 09.30 WIB.
Â
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat Kedeputian Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama
dengan Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Narasumber
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Ida Budhiati, Moch. Nur Hasyim
(LIPI), Hasyim Asy’ari (anggota KPU RI), Prof. Syamsuddin Haris (LIPI), Ilham
(Bawaslu), La Ode Ahmad (Kemendagri), Sri Yanuarti (LIPI), dll. Â
Â
Moch. Nur Hasyim menjelaskan, partai politik merupakan institusi
terpenting yang menjadi pilar bangunan sistem demokrasi.
Parpol   merupakan satu-satunya institusi demokrasi sesuai diamanatkan oleh UUD 1945 hasil amandemen.Selain itu, partai politik
menjadi satu-satunya institusi yang menjadi sumber rekrutmen politik dan menyiapkan
kepemimpinan politik dalam sistem politik. “Kondisi partai politik saat ini, dengan berbagai kasus dan permasalahan
yang meliputinya seperti: perilaku kader partai; mandeg-nya kaderisasi;
rekrutmen yang kurang berjalan–open market(pasar bebas), regenerasi
partai, personalisasi, ketergantungan anggaran pada orang kuat,†katanya.
Â
Dengan kondisi tersebut, ia berpendapat
perlu adanya penyempuranaan dari regulasi partai politik dengan alasan di
antaranya mengembalikan kedaulatan pada Anggota Partai Politik, mencegah partai
politik dikuasai oleh dinasti, perseorangan (personalisasi), “orang
kuat–pemodalâ€. Selain itu, memperkuat demokrasi internal dan fungsi partai
politik. “Mendorong
lahirnya Partai Politik yang berintegritas sebagai salah satu syarat pemberian dana oleh negara; dan
partai politik sebagai institusi utama demokrasi kita,†katanya.
Hasyim Asy’ari menyoroti kiprah partai. Ia melihat partai politik sekarang
ini kecenderungannya seperti perusahaan. Milik orang-per orang. Sehingga
terjadi oligarki atau dinasti dalam kepengurusan. “Sehingga ketika si pemilik
partai itu ada bermasalah di internalnya, maka sistem regenerasi kader tidak
berjalan,†ungkapnya.
Â
Ketika partai politik tidak menjalankan kewajibannya, sampai saat ini belum
ada sanksi yang jelas. Pembubaran harus melalui Mahkamah Konstitutsi. Sementara
pembubaran partai politik harus berdasarkan usulan Pemerintah. “Kondisi
sekarang ini bukan cara yang ideal, di mana pemerintah mengajukan pembubaran
partai politik ke Mahkamah Konstitsi. Karena pemerintah itu adalah pemenang
pemilu,†jelas Hasyim.
Â
Sementara itu, Ida Budhiati melihat soal efektivitas dari sanksi pidana
Pemilu bagi partai politik. Menurutnya, sanksi pidana pemilu tidak efektif.
Pasalnya, sampai dengan saat ini tidak ada partai politik yang mendapat sanksi
tersebut. “Saya melihat justru yang efektif adalah sanksi administrasi yang
lebih efektif. Misalnya, partai politik yang tidak melakukan kaderisasi, tidak
transparan dalam pendanaan bisa dicabut status badan hukumnya,â€
katanya.   [Teten Jamaludin]
Â