Parapat, DKPP – Anggota Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof Muhammmad menyampaikan bahwa dalam
data pengaduan DKPP Provinsi Sumatera Utara menempati posisi pertama sebanyak
361 laporan pengaduan yang masuk ke DKPP dari Tahun 2012-2018 untuk tingkat
Kab/Kota se-Sumatera Utara. Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah yang paling
banyak pengaduannya yang masuk yaitu, sebanyak 31 Laporan Pengaduan dari tahun
2012 s.d 2018.
“Modus pelanggaran yang diadukan
ke DKPP untuk wilayah Sumatera Utara terbanyak pada saat tahapan Pilkada dan
nonpilkada di tahun 2018 yaitu pendaftaran pasangan calon, kampanye dan
rekrutmen jajaran penyelenggara pemilu,†bebernya dalam sesi pagi dengan tema,
“Evaluasi Penegakan Kode Etik di Provinsi Sumatera Utara†di kelas B dalam
acara Pendidikan Etik Bagi Penyelenggara Pemilu se-Sumatera Utara, di Parapat,
Simalungun, Sumatera Utara, pada Rabu (7/11/2018).
Ketua Bawaslu RI periode
2012-2017 itu mencontohkan, penyelenggara Pemilu bertemu dengan calon peserta
Pemilu di warung kopi di saat tahapan Pemilu. “Dalam peraturan tidak ada yang
melarang seseorang bertemu dengan peserta Pemilu. Akan tetapi, secara etika
bisa diukur atau dirasakan,†kata dia.
Berkaca dari kasus-kasus yang
telah ditangani DKPP, Prof. Muhammad
berpesan agar penyelenggara di samping memahami regulasi, juga harus tetap
menjaga netralitas, baik dalam dunia nyata maupun di media sosial (WhatApp,
Facebook, Twitter, dan lain-lain). “Statemen Anda, baik komen maupun postingan
di media sosial terhadap calon, bisa dianggap sebagai bentuk pemihakkan. Maka tahan
dirilah, berlakulah pasif,†saran guru besar di Fisip Universitas Makasar itu.
Prof. Muhammad meminta kepada
penyelenggara Pemilu untuk membangun dan menjaga etika diawali dari orang-per
orang atau internal penyelenggara Pemilu. Bila etika sudah terbangun di tingkat
interal, maka etika di tingkat lembaga akan mudah terbangun. Etika personal
adalah fondasi untuk membangun etika organisasi. Pemilu yang kurang berkualitas
akan melahirkan ketidakpuasan bagi banyak kalangan. Ketidakpuasan itu dapat
berdampak pada kurangnya kepercayaan
masyarakat (public trust) terhadap pemilu. Di samping itu Pemilu yang tidak
berkualitas akan mendorong lahirnya dinamika politik yang cukup tinggi.
“Demokrasi yang diawali dari
Pemilu, harus menghasilkan pemimpin yang berintegritas. Dan Pemilu yang
berintegritas, diawali dari Penyelenggara Pemilu yang berintegritas,â€
pungkasnya. [Dina:Teten]