Parapat, DKPP – Modul Pendidikan kode etik penyelenggara
Pemilu menjadi sangat penting bagi penyelenggara Pemilu. Tujuannya untuk
menjadi panduan dalam menjalankan tugas bagi penyelenggara Pemilu. Â
Hal tersebut menjadi kesimpulan
dalam sesi pagi Sesi pagi dengan tema, “Evaluasi Penegakan Kode Etik di
Provinsi Sumatera Utara†di kelas C dalam acara Pendidikan Etik Bagi
Penyelenggara Pemilu se-Sumatera Utara, di Parapat, Simalungun, Sumatera Utara,
pada Rabu (7/11/2018). Narasumber Prof Teguh Prasetyo, dan Alfitra Salamm,
masing-masing sebagai anggota DKPP RI. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh
penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu kabupaten/kota se-Sumatera Utara.
Menurut Alfitra, hampir setiap
lembaga profesi sudah memiliki dan terikat oleh kode etik, baik terbuka maupun
tertutup. DKPP sebagai satu-satunya lembaga peradilan etik di dunia, dan sidang
yang diselenggarakan secara terbuka, baik sidang pemeriksaan maupun sidang
pembacaan putusan. Berdasarkan data-data persidangan, dapat dilihat jenis
sanksi yang sudah dikenakan kepada penyelenggara pemilu. Mulai dari peringatan  sampai dengan pemberhentian tetap. Meskipun
banyak yang memperoleh sanksi pemberhentian tetap, namun rehabilitasi tetap
menjadi nomor satu.
“Faktor sanksi yang dikenakan
kepada penyelenggara akan menjadi salah satu pertimbangan di masa yang akan
datang, misal saat rekrutmen,†tutur Alfitra.
Dia juga berpesan agar seluruh
jajaran penyelenggara selalu menjaga integritas. Mulai dari tingkat pusat
hingga tingkat ad hoc. Proses-proses integritas harus selalu dicontohkan kepada
penyelenggara adhoc.
Kemudian, sesi di kelas C ini
dilanjutkan tentang materi “Prinsip-prinsipÂ
Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP)â€, yang diawali dengan pemutaran
film pendek tentang kejujuran dan kepastian hukum. Film ini relevan dengan
prinsip-prinsip KEPP. Pada sesi ini, tak bosan-bosannya Alfitra berpesan kepada
seluruh peserta untuk mempedomani prinsip-prinsip KEPP. Hal yang pertama adalah
terkait tertib administrasi, merespon surat dengan segera, sehingga para pihak
tidak bertanya-tanya dan terkatung akan kejelasan status perkaranya. Sebagian
besar, masyarakat mengetahui kinerja jajaran penyelenggara. Oleh karenanya,
berhati-hati dalam bertindak. Hal berikutnya adalah bekerja sungguh-sungguh,
merespon secara aktif laporan dugaan pelanggaran, terutama jajaran Gakkumdu.
“Hati-hati bermedsos. Beberapa
kali saya menyidangkan terkait hal ini, dan jawaban Teradu hanya sebagai
lucu-lucuan. Saya tegaskan di sini, sebagai penyelenggara tidak boleh begitu,
posting tentang calon untuk lucu-lucuan. Padahal setiap rekam jejak
penyelenggara direkan oleh masyarakat,†lanjut dia.
Hal berikutnya, lanjut dia,
selalu berkonsultasi kepada atasan tentang aturan yang belum jelas sehingga
menjadi pijakan dalam mengambil keputusan. Yang terpenting juga adalah menjaga
relasi dengan semua pihak, menjalankan fungsi sebagai pelayan. Melayani semua
pihak. “Sumber banyaknya pelaporan/aduan
adalah akibat pelayanan yang tidak baik dan hubungan yang tidak baik,†pungkas
dia.
Sementara itu, Prof Teguh
menyampaikan, Penyelenggara pemilu
rentan untuk diadukan. Bertemu dengan siapa saja tidak masalah dalam hukum,
tetapi dalam etik sangat rentan. Karena etika ini cakupannya lebih luas dari
pada hukum. Untuk itu, modul pendidikan
kode etik ini dimaksudkan untuk menjadi panduan. “Tips dari saya agar komitmen sebagai
Penyelenggara pemilu terjaga adalah jangan main dengan uang kemudian jangan
sampai tergoda dan menggoda,†pungkasnya. [Nurkhotimah, Austin: Teten]