Jakarta, DKPP – DKPP
menggelar sidang kode etik KPU DKI Jakarta dan Bawaslu DKI Jakarta, Kamis
(30/3) pukul 09.30 WIB. Sidang bertempat di Gedung Nusantara IV Kompleks
MPR/DPR Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Yuliana Zahara Mega dari Perkumpulan Cinta Ahok memberikan kuasa
kepada Daya Perwira Dalimi dkk. Dia mengadukan Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno,
Teradu, yang dinilai telah bersikap tidak netral.
Pengadu menjelaskan, pada Sabtu 4 Maret 2017 KPU DKI Jakarta
menyelenggarakan Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon dan Launching Tahapan
Pemilihan Gubenur dan Wakil Gubernur tahun 2017 Putaran Kedua di Hotel
Borobudur. Acara tersebut menurut undangan dimulai pukul 19.30 WIB. Paslon
Gubernur dan Wakil Gubenur nomor urut dua telah tiba di lokasi sebelum jadwal
acara. Kemudian, Paslon nomor urut dua menunggu rapat pleno terbuka tersebut
hingga kurang lebih pukul 19.55 WIB.
“Selama menunggu, tidak ada keterangan apa pun yang diberikan oleh Terlapor
(Teradu, red) maupun panitia penyelenggara rapat perihal
rapat pleno KPU DKI Jakarta dimulai,†katanya.
Dia menambahkan, Liaison Officer (LO) dan anggota Tim
Sukses Paslon Nomor 2 pun telah beberapa kali menyampaikan informasi
bahwa Paslon Nomor urut 2 telah hadir di lokasi. Namun tidak ada
respon. Perlakukan berbeda saat Teradu terhadap Paslon nomor urut tiga. Sambil
menunggu rapat pleno terbuka dimulai, Teradu terlihat makan bersama dengan
Paslon nomor urut tiga.
“Tindakan Terlapor (Teradu, red) menelantarkan pasangan calon nomor urut 2
patut diduga pelanggaran kode etik Pasal 10 huruf a jo huruf b Kode Etik
Penyelenggga Pemilu,†katanya.
Pengadu juga mendalilkan bahwa Teradu telah memasang profile
picture pada aplikasi Whatsapp miliknya dengan menggunakan foto Aksi
Damai 212 yang berpusat di lapangan Munumen Nasional pada tanggal 2 Desember
2016. Sebagaimana diketahui aksi tersebut terdapat muatan politis yang kuat. “Sebagai
penyelenggara Pemilu Pikada DKI Jakarta ternyata Terlapor (Teradu, red)
diduga memiliki tendensi kebencian pada salah satu pasangan calon dengan
mendukung aksi demontrasi yang jelas-jelas anti pada pasangan calon tersebut,â€
katanya.
Menurut Ketua DKI Jakarta Sumarno, pukul 19 WIB calon wakil Gubernur nomor
urut 2 Djarot hadir sendiri tanpa calon gubenur, Basuki Tjahaja
Purnama, dan tidak lama ia ke luar ruangan. “Panitia tidak mengetahui kemana
Pak Djarot pergi,†katanya.
Lanjut dia, pihaknya sudah berusaha menghubungi LO Paslon nomor urut dua.
Namun tidak berhasil, sehingga rapat belum bisa dimulai menunggu semua Paslon
ada di ruang rapat. Kehadiran Basuki sebelum pukul 19.50 WIB tidak
diketahui oleh panitia karena tidak melalui jalur registrasi panitia.
“Kemungkinan besar protokoler Timses Nomor urut urut 2 langsung mengarahkan Pak
Basuki langsung ke ruangan yang disiapkan oleh tim kampanye paslon,†jelas dia.
Sementara terkait profile picture di WA-nya, lanjut Sumarno, mengakui dan
membenarkan pernah memasang foto aksi doa bersama di Monas. Pemasangan tersebut
dilakukan sekitar tanggal 3-4 Desember 2016. “Kalau itu saya pasang sore. Lalu
besoknya saya ditanya oleh wartawan, apakah Bapak tahu bahwa profil picturenya
sudah menjadi viral? Nah, mendengar informasi tersebut saya langsung
menghapusnya,†ujar dia.
Dia menjelaskan, pemasangan foto aksi doa bersama itu tidak ada alasan
politis. Ia hanya tertarik dari sisi estetitika semata. Menurutnya, foto
tersebut cukup indah. Monas sebagai ikon ibu kota terhampar lautan massa warna
putih yang mengelilinginya. Hal itu belum pernah terjadi sebelumnya. Foto-foto
tentang aksi 212 tersebut sudah beredar luas di berbagai media baik cetak, TV,
online dan jejaring media sosial. “Tidak ada kaitannya dengan afiliasi politik
dalam Pilkada DKI 2017,†bantah Sumarno.
Selaku ketua Majelis Pof. Jimly Asshiddiqie, dan anggota Majelis Prof. Anna Erliyana, Dr. Nur Hidayat Sardini, Saut H Sirait, Ida Budhiati, dan Endang Wihdatiningtyas. [teten
jamaludin]