Jakarta, DKPP – Panwaslih Prov. Aceh harus menjalani sidang kode
etik DKPP, Jumat (31/3). Teradu adalah Ketua dan Anggota Panwaslih Prov. Aceh yakni Syamsul Bahri,
Tharmizi, Irhamsyah, Ismunazar, dan Irfansyah. Sedangkan Pengadu dalam perkara yang
terkait dengan masa kampanye Pilkada Aceh 2017 ini yakni tim pemenangan
pasangan calon Irwandi-Nova yang diwakilkan Mohd. Jully Fuady dan Syahminan
Zakaria.
Dalam dalil aduannya, Pengadu menyatakan bahwa para Teradu pada
tanggal 23 Januari 2017 tidak berada ditempat dan tidak menerima laporan,
padahal tanggal tersebut merupakan hari terakhir pengajuan laporan sebagaimana
ketentuan Pasal 28 Perbawaslu Nomor 11 Tahun 2014.
“Saya bersama rekan-rekan dan saksi datang ke Panwaslih Aceh pada
tanggal 23 Januari 2017 ingin melapor dan tiba sekitar jam 11 atau 12 siang.
Ketika itu bertemu dengan security dan Pak Sardani namun menurut informasi dari
Pak Sardani, tidak ada komisioner atau Panwas yang ada di kantor karena sedang ada
kegiatan di Hotel Hermes,†terang Jully Fuady.
Menurut Jully kedatangannya ke Panwaslih Aceh adalah untuk
melaporkan mengenai dugaan penghinaan yang dilakukan paslon lainnya dalam
Pilkada Aceh tahun 2017 terhadap Paslon Irwandi-Nova. Kejadian dugaan penghinaan itu terjadi dalam
kampanye terbuka yang diselenggarakan di Pidie tanggal 17 Januari 2017. Kejadian
itu sendiri dilaporkan kepada tim kampanye di tingkat provinsi pada
tanggal 18 Januari 2017 dinihari.
Ditambahkan Jully bahwa Sardani kemudian menghubungi Tharmizi, salah
satu Komisioner Panwaslih Aceh, dan mendapat saran untuk datang kembali
keesokan hari (24/1). Padahal ketika kedatangan pertama itu sebenarnya sudah
merupakan hari terakhir pengajuan laporan yaitu tujuh hari sejak dilaporkan.
Dalil yang yang disampaikan Pengadu, mendapat sanggahan Tharmizi.
Dirinya mengakui bahwa Pengadu memang datang ke Panwaslih Aceh tanggal 23
Januari 2017, namun maksudnya bukan untuk melapor melainkan hanya konsultasi.
“Memang di tanggal 23 Januari 2017 ada acara di Hotel Hermes dari
hari minggu sampai selasa (22-24/1.red), yang merupakan acara Sentra Gakkumdu.
Kebetulan hari senin sore, saya dihubungi staf sekretariat, Sardani, melalui
telpon dan informasi dari Sardani ialah ada yang ingin menyampaikan laporan
namun tidak dibawa dan hanya ingin konsultasi,†jelas Tharmizi.
Setelah berbicara dengan Pengadu melalui telepon, lanjut Tharmizi, dia
menanyakan kembali apakah Pengadu membawa laporan. Pengadu menjawab tidak membawa laporan dan
ingin berkonsultasi terlebih dahulu sehingga disarankan untuk datang keesokan
harinya. Saran ini disetujui namun ketika datang di tanggal 24 Januari 2017 jam
10.00 WIB, Pengadu hanya membawa surat kuasa paslon dan disarankan untuk diubah
sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Karena itu kami juga berikan form A-1
dan sekitar jam 14.30 Pengadu datang lagi bersama saksi dan laporan,†tambah
Tharmizi
Pasca diterimanya laporan, Panwaslih Aceh langsung mengadakan kajian
dan karena sudah delapan hari sejak kejadian tidak dapat dilanjutkan.
“setelah laporan diterima, pada jam 4 sore di hari yang sama kami
langsung mengadakan kajian dan ditemukan laporan diterima delapan hari setelah
kejadian sehingga tidak dapat ditindaklanjuti,†ungkap Syamsul Bahri yang
merupakan ketua Panwaslih Prov. Aceh
Proses pelayanan ini mendapatkan keberatan dari salah satu saksi
yang dihadirkan oleh Pengadu. Menurut Mohd Syafi’I Saragih, pelayanan yang
diberikan oleh Teradu terlalu berbelit-belit dan tidak profesional sehingga
laporan yang diadukan oleh tim pemenangan Irwandi-Nova menjadi tidak dapat
diproses. “Saya pernah membuat laporan atas dugaan pelanggaran di Panwaslih
Sabang dan tidak harus membawa dokumen apapun. Ketika tiba di kantor Panwaslih
Sabang langsung diwawancara untuk dibuatkan dokumen laporannya,†ujar Syafi’I
yang juga bagian dari tim pemenangan Irwandi-Nova.
Sidang dengan No. Registrasi 37/DKPP-PKE-VI/2017 diselenggarakan di
Ruang Sidang DKPP, Lantai 5 Gedung Bawaslu. Selaku ketua Majelis Prof. Jimly
Asshiddiqie, dan anggota Majelis Prof. Anna Erliyana, Dr. Valina Singka
Subekti, Dr. Nur Hidayat Sardini, Saut H. Sirait, dan Endang Wihdatiningtyas.
(Prasetya Agung N)