Jakarta, DKPP – Penyelenggaran Pemilu di Indonesia baik legislatif, kepala daerah mapun pemilu presiden masih menggunakan cara
manual, yakni dengan menggunakan kertas atau surat suara. Dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan adanya modernisasi tata cara pemilihan.
“Metode mencoblos yang diterapkan pada Pemilu 2004 dirasa kurang efektif
dan menimbulkan berbagai permasalahan, kemudian pada Pemilu 2009 metode
mencoblos diganti dengan metode mencontreng,†kata kata Prof Anggota DKPP Anna Erliyana dalam seminar Democracy
at America: Democracy and Presidential Elections in Indonesia, the United
States, South Korea, di @America Pacific
Place Mall, Jakarta, (9/6). Narasumber
lainnya, Political Officer US Embassy Jakarta Eric W Groff, M Qodari dari Indo
Barometer, dan Chang Nyun Kim perwakilan dari
Korea Selatan. .
Dia menerangkan, kedua metode ini memiliki kekurangan. Pertama retan terjadinya kecurangan. Memungkinkan orang yang tidak bertanggung jawab dapat memberikan suara. Kedua keterbatasan pengetahuan. Pemilih yang terkadang menyebabkan suara menjadi tidak sah karena
mencoblos atau mencontreng bukan pada tempat yang ditentukan.
“Selain itu, Pemilu
dengan menggunakan surat suara memiliki banyak kekurangan. Dimulai dari
kekurangan surat suara, kesalahan dalam pencetakan, surat suara yang rusak,
rentan terjadi kecurangan, sampai dengan pemborosan anggaran negara,†sambung Anna.
Di beberapa negara maju, sistem dengan surat suara ini sudah lama
ditinggalkan. Misalnya di negara
Brazil menggunakan mesin atau Electronic vote (E-vote). Perangkat ini terintegrasi dengan baik dengan sistem pengawas
dan sistem-sistem lainnya.
“E-vote merupakan metode baru yang dapat memudahkan proses pemilihan umum. E-vote merupakan mesin yang di dalamnya terinput data calon (foto nomor urut dan
sebagainnya) yang kesemuanya sistem ini terintegrasi secara utuh di dalam sebuah server utama,†jelas dia.
Jika dianalisis dari sisi manfaat penggunaannya
maka, keunggulan dari penggunaan sistem E-vote ini adalah pertama, memudahkan
pemilih (voter) untuk memilih calon yang diinginkan, karena dalam e-vote
ini menggunakan sistem sentuh (touch). Kedua, penggunaan
mesin ini jelas lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan surat suara. Ketiga, sistem e-vote yang terintegrasi dalam sistem
server utama ini memudahkan perhitungan suara dan penentuan hasil akhir. Keempat, metode e-vote sangat mudah dipahami,
digunakan dan diaplikasikan pada setiap segmentasi pemilih termasuk penyandang
cacat (disability). Kelima, meminimalisir potensi terjadinya kecurangan dalam
pemilihan umum dan Keenam, penggunaan e-vote ini digunakan secara
terus menerus (continue) dan dapat diggunakan untuk melakukan pemilihan
apa saja baik Legislatif, Kepala Daerah sampai dengan Presiden yang secara
otomatis dapat menghemat anggaran negara. Sedangkan kelemahan dari sistem e-vote
ini adalah pertama: kerusakan mesin
tidak dapat diprediksi, kesalahan atau trouble machine dalam sistem
integrasi.
“Di Indonesia sendiri
sistem E-vote sudah digunakan tetapi dalam sekali kecil, seperti pemilihan
kepala dusun Kabupaten Jembrana dan penggunaan metode ini tidak dianggap
melanggar konstitusi. MK menyatakan penggunaan E-Voting konstitusional
sepanjang tidak melanggar asas Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil. Dalam putusannya, MK memerintahkan bahwa
penerapan metode E-voting harus disiapkan dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber
daya manusia, perangkat lunak maupun kesiapan masyarakat,â€
pungkas Anna. [Teten Jamaludin]