Jakarta, – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki kewenangan
yang lemah. Fungsi pengawasan yang dimiliki menurut Undang-Undang Penyelenggara
Pemilu masih kurang. Bawaslu hanya diberikan hak untuk mengawasi tanpa
diberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi terhadap pelanggaran yang
ditemukan.
“Artinya jika ditemukan pelanggaran baik
administrasi, pidana pemilu, dan pelanggaran etik, Bawaslu berdasarkan
kapasitasnya hanya membuat kajian untuk kemudian hasil kajian tersebut
diteruskan kepada Lembaga lain seperti Kepolisan, Kejaksaan dan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ini artinya Bawaslu merupakan lembaga “pelengkapâ€
dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia,†kata Prof Anna Erliyana dalam acara seminar Democracy
at America: Democracy and Presidential Elections in Indonesia, the United
States, South Korea, di @America Pacific
Palace Mall, Jakarta, (9/6). Narasumber
lainnya, Political Officer US Embassy Jakarta Eric W Groff, M Qodari dari Indo
Barometer, dan Chang Nyun Kim perwakilan dari
Korea Selatan.
Selain itu, dari sisi optimalisasi pengawasan, jumlah Panitia Pengawas Lapangan
berbanding terbalik dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara. Dalam tataran
implementasinya satu orang Petugas Pengawas Lapangan diberikan tugas untuk
mengawsi lebih dari 2 TPS di wilayahnya. Jika berkaca pada kondisi ini, pengawasan di tingkat TPS sangatlah minim dan rentan terjadinya
pelanggaran sebagai akibat Petugas Pengawas Lapangan yang tidak dapat
berkonsentrasi dan memonitoring pada satu TPS.
“Dalam rangka optimalisasi pengawasan menjadi
sebuah keharusan bagi Bawaslu untuk kemudian melakukan penambahan serta
peningkatan pemahaman Petugas Lapangan agar dapat melakukan pengawasan dengan
baik sesuai prosedur pengawasan di setiap TPS,†terang guru besar hukum
administrasi Universitas Indonesia itu.
Berkaca pada analisis sederhana, lanjut dia, seyogianya Lembaga
Pengawas diberikan kewenangan yang lebih besar. Tujuannya, untuk mewujudkan pemilu yang bersih dan
berkualitas. Dalam tataran ideal Lembaga Pengawas Pemilu memiliki peranan yang
sangat sentral oleh sebab itu perlu dilakukan perubahan bekenaan dengan
optimalisasi kewenangannya, misalnya dengan memberikan kewenangan untuk
menganulir setiap tindakan pelanggaran pemilihan umum.
“Analogi sederhana, Bawaslu diberikan hak
eksekutorial atas setiap tindakan pelanggaran dalam pemilihan umum, terkecuali
berkenaan dengan permasalahan etik penyelenggara pemilihan umum, dalam hal ini
Bawaslu dapat meneruskan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu,â€
ungkapnya. [Teten Jamaludin]