Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 193-PKE-DKPP/XII/2020, Senin (15/2/2021).
Perkara ini diadukan oleh Muhammad Andri Yono Ridwan. Ia mengadukan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Muna (selanjutnya disebut KPU Muna), yaitu Kubais, Nggasri Faeda, Muhammad Ichsan, Yuliana Rita, dan La Ode Muh. Askar Adi Jaya masing-masing sebagai Teradu I-V.
Dalam pokok aduan, Pengadu menyebut para Teradu tidak cermat dan tidak teliti dalam melaksanakan tahapan pendaftaran bakal pasangan calon (Bapaslon) Bupati dan Wakil Bupati Muna.
Bakal calon yang dimaksud adalah LM Rajiun Tumada. Menurut Pengadu, para Teradu tetap menerima pendaftaran LM Rajiun Tumada meskipun yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan hasil pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reacion (RT-PCR).
Selain itu, Teradu I diduga tidak netral karena tergabung dari Grup pemenangan Pasangan Calon Rusman-Bachrun dalam media sosial Facebook. Teradu I juga pernah menampilkan foto bersama LM Rajiun Tumada di akun facebook miliknya.
Bahkan, menurut Pengadu, Teradu I pernah menjadi Saksi yang menguatkan dalil-dalil para pemohon dalam perkara nomor 64/PHPU.D-VIII/2010 yang disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Pengadu sendiri absen dalam sidang ini. Berdasar keterangan jajaran Sekretariat DKPP kepada Majelis, Pengadu merasa perkara ini mirip dengan perkara nomor 137-PKE-DKPP/XI/2020 yang sudah diperiksa DKPP dalam sidang yang diadakan pada 1 Februari 2021.
Namun, Ketua Majelis Dr. Ida Budhiati berpendapat bahwa kedua perkara tersebut memiliki perbedaan sehingga memutuskan untuk tetap melanjutkan sidang.
Selain Ida, majelis diisi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Ade Suerani (unsur KPU), La Ode Safuan (unsur Masyarakat), dan Munsir Alam (unsur Bawaslu). Ketiganya menjadi Anggota Majelis dalam sidang ini.
Jawaban Teradu
Dalil Pengadu pun dibantah oleh para Teradu. Anggota KPU Muna, Nggasri Faeda, yang berstatus sebagai Teradu II mengakui bahwa LM Rajiun Tumada memang hadir ke Kantor KPU Muna pada hari pertama pendaftaran Pilkada 2020, tepatnya pada 4 September 2020.
Namun, kehadiran LM Rajiun Tumada saat itu bukanlah untuk mendaftar karena yang bersangkutan mengetahui bahwa terdapat satu partai politik pengusungnya yang belum melengkapi berkas persyarakat pendaftaran.
Hal ini pun dibenarkan oleh Anggota KPU Muna lainnya, yaitu Muhammad Ichsan yang berstatus sebagai Teradu III. Kepada majelis, Ichsan menjelaskan bahwa pihaknya telah memberlakukan protokol kesehatan dengan ketat kepada semua pihak yang masuk ke Kantor KPU Muna.
“Tapi saat itu memang mereka (pihak LM Rajiun Tumada) tidak mendaftar hanya menanyakan kelengkapan (persyaratan) saja. Baru tanggal 5 (September 2020) mereka mendaftar,” ungkap Ichsan.
Terkait hal ini, Ketua KPU Muna, Kubais (Teradu I) menegaskan bahwa pihaknya tetap berpedoman pada Pasal 50 PKPU 10/2020, yaitu hanya calon pendaftar dengan hasil RT-PCR positif saja yang dilarang mendaftar dan masuk ke lingkungan Kantor KPU Muna.
Namun, ia mengakui bahwa LM Rajiun Tumada memang tidak menunjukkan hasil RT-PCR saat berkunjung ke Kantor KPU Muna pada 4 September 2020.
“Saat sudah kami koordinasikan dengan atasan kami, kebetulan KPU dan Bawaslu Provinsi sedang memantau pendaftaran di Muna,” ungkap Kubais.
Kubais pun membantah dalil-dalil lain yang diarahkan kepada dirinya. Terkait foto bersama LM Rajiun Tumada, Kubais menegaskan bahwa foto itu merupakan foto lama dan memang pernah dijadikan foto sampul pada akun facebook miliknya.
Foto sampul, katanya, itu terpasang hingga 2016 atau sebelum dirinya menjadi Anggota KPU Muna. Kubais menambahkan, foto itu sendiri diambil pada medio 2014 saat dirinya sedang kuliah S2 di Jakarta.
“Waktu itu kebetulan ketemu, dulu saya sedang lanjut studi di Jakarta. Artinya sesama orang daerah yang ketemu di Jakarta,” jelasnya.
Terkait dugaan ketidaknetralan karena tergabung dalam Grup pemenangan Pasangan Calon Rusman-Bachrun dalam media sosial Facebook, Kubais menegaskan bahwa itu bukanlah Grup, melainkan akun perorangan.
Menurutnnya, ia sama sekali tidak pernah berteman atau menerima pertemanan dengan akun yang dimaksud sebelumnya. Kepada majelis, ia pun menyimpulkan bahwa ada satu akun yang berteman dengan akun facebook miliknya yang berganti nama.
Lebih lanjut, Kubais mengakui bahwa dirinya memang pernah menjadi saksi dalam sidang MK pada 2010 silam. Ia juga mengakui bahwa dirinya menjadi saksi yang dihadirkan oleh pemohon.
Namun, kata Kubais, saat itu bukan inisiasi dari dirinya melainkan ia diminta oleh seorang Anggota KPU Muna untuk menjadi saksi. Pada saat itu, Kubais merupakan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
“Anggota KPU ini, sudah almarhum, tidak meminta secara lembaga, tetapi meminta secara personal saja,” tandasnya. [Humas DKPP]