Jakarta, DKPP
– Sidang kode etik pemeriksaan kedua Ketua dan Kepala Sekretriat Bawaslu
Provinsi Jambi, Asnawi dan Ahmad Lutfi berlangsung tadi, Kamis (2/11/2017),
pagi pukul 09.00. Kali ini agendanya menghadirkan saksi-saksi yang dihadirkan
oleh Teradu dan Pengadu. Ketua Majelis: Harjono, dan anggota majelis Prof
Muhammad, Prof Teguh Prasetyo, dan Ida Budhiati.
Sebanyak 7
saksi dihadirkan oleh Teradu. Tiga saksi dari Pengurus Partai Demokrat
Kabupaten Batanghari; Robert Panggabean, Joni Budiman, dan Hikmarudin. Dua saksi
dari teman sekolah Pengadu semasa SMP dan SMA; Shinta Damayanti dan Rica
Natalisha. Husaini seorang jurnalis, dan Andri Hariri, aktivis
mahasiswa. Sementara saksi yang dihadirkan oleh Pengadu, Fadlan Helmi, Pengurus
Partai Demokrat.
Tujuh saksi
yang dihadirkan Teradu menyatakan bahwa Mahfuz yang dimaksud adalah Mahpud yang
kini jadi Pengadu. Andri Hariri dan Husaini mengaku kenal dengan Pengadu. Andri
Hariri pernah bertemu saat pelantikan HMI. Mahpud diundang dalam kapasitasnya
sebagai Pengurus GP Ansor. Husaini mengatakan, sebagai seorang jurnalis ia
berinterkasi dengan siapa saja. Meski Mahpud tidak pernah diwawancarai olehnya,
tapi ia yakin bahwa Mahfuz yang dimaksud adalah Mahpud.
Hal serupa
juga disampaikan oleh Robert Panggabean, Joni Budiman, dan Hikmarudin.
Ketiganya mengenal Mahfuz. Mahfuz yang dimaksud adalah Mahpud. Dalam SK, Mahfuz
sebagai wakil ketua Bidang Komunikasi Publik DPC Partai Demokrasi Kabupaten
Batanghari. “Soal nama panggilan bukan sebenarnya sudah biasa. Saya saja dalam
KTP tercantum nama Hikmarudin. Sementara panggilannya, Diding. Dalam SK
Pengurus DPC Partai Demokrat tercantumya Diding,†kata Hikmarudin.
Hal senada
juga dikatakan Rica Natalisha. “Nama saya di KTP Rica Natalisha, tapi saya
dipanggilnya Rika,†ujar dia. Rica pun memastikan
bahwa Mahfuz yang dimaksud adalah Mahpud. “Saya yakin 1000 persen,†ujar dia
saat ditanya majelis.
Dia beralasan
Mahpud adalah temannya sewaktu sekolah di SMA. Dia jurusan IPA sementara Mahpud
jurusan Bahasa. Lokasi kelas Bahasa dengan Kelas IPA bersebelahan. “Saya
pun mengenal orang tuanya,†ujar perempuan berjilbab itu.
Rica
menambahkan bahwa nama Pengadu di media sosial seperti Facebook pun
mencantumkan Mahfuz. Hanya belum lama ini, sudah diubah menjadi Mahpud. “Kami
juga ada dalam grup alumni SMA,†katanya.
Hal tersebut
dikuatkan oleh Shinta Damayanti. Dia satu sekolah dengan Pengadu sewaktu di SMP
dan SMA di Muara Bulian. Menurut dia, Mahpud ini dipanggil Mahfuz. Nama lainnya
dipanggil “Jekâ€. “Saya mengenal Pengadu karena teman sepermainan. Guru-guru
juga memanggilnya Mahfuz,†jelas dia.
Sedangkan
Pengadu, Mahpud, tetap menyangkal semua kesaksian yang disampaikan oleh tujuh
saksi. Mahpud mengenal lima saksi, namun dua saksi, Husaini dan Andri Hariri,
Pengadu tidak kenal. Dia keukeuh namanya Mahpud bukan Mahfuz
sebagaimana disampaikan oleh tujuh saksi. “Saya tidak pernah dilantik jadi
pengurus Partai Demokrat. Guru-guru juga memanggil saya Mahpud. Diijazah juga
tercantumnya Mahpud. Terkait di media sosial, saya menggunakan Facebook sejak
tahun 2009. Saya memakai nama Mahpud bukan Mahfuz dan tidak pernah diubah,â€
bela dia.
Sementara
itu, Fadlan Helmi selaku pengurus Divisi Usaha PAC Partai Demokrat Kecamatan
Muara Bulian mengatakan bahwa tidak ada nama Mahpud dalam kepengurusan Partai
Demokrat Kabupaten Batanghari.
Untuk
diketahui, Asnawi, ketua Bawaslu Provinsi Jambi, H. Ahmad Luthfi, kepala
Sekretariat Bawaslu Provinsi Jambi diadukan oleh Mahpud ke DKPP. Pokok
pengaduan, para Teradu membatalkan keterpilihan Pengadu sebagai anggota
Panwaslu Kabupaten Batang Hari dengan alasan terbukti terlibat dalam partai
politik berdasarkan laporan dari Andri Hariri. Padahal, Pengadu dalam
klarifikasi tanggal 15 Agustus 2017 sudah memberikan keterangan berikut
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa laporan Andri Hariri adalah tidak
berdasar. [Teten Jamaludin]