JAKARTA , DKPP – Ketua majelis sidang Saut H Sirait meminta kepada Teradu, Panwaslu Kabupaten Lembata, agar berkoordinasi dengan Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Pusat. "Sekarang ini sudah canggih. Permasalahan ini bisa selesai dengan koordinasi. Koordinasi bisa lewat facebook, twitter atau pun imel mengenai permasalahan ini," jelas dia.
Pernyataan tersebut terkait permasalahan dualisme kepengurusan di DPC Partai Hanura Kabupaten Lembata hingga akhirnya maju ke meja sidang DKPP. "Jangan perlu takut untuk koordinasi. Tanya itu Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Pusat. Begitu juga Bawaslu Provinsi sebaiknya minta rekomendasi ke DPD Partai Hanura. siapa yang sah dalam kepengurusan DPC Partai Hanura ini. Sekaligus minta berita acaranya," tandas dia di persidangan.
Sambung dia, permasalahan ini merupakan permasalahan yang sifatnya riak saja. Tetapi, permasalahan ini menjadi gelombang. "Sebaiknya pihak Bawaslu dan Panwaslu segara meredam riak itu dengan benar. Bukan menambah masalah," kata dia.
Dalam sidang ini Pengadu, Ketua DPC Hanura Aloysi Urbanus Uri Murin, menyampaikan, di partainya ada dualisme kepengurusan. Ia dan Adriani Sunur. Permasalahannya kini sedang dalam proses penyelesaian sengeketa di Badan Kehormatan DPP Partai Hanura.
Permasalahan ini muncul ketika ia telah mendaftarkan calon legislatif Partai Hanura ke KPU Kabupaten Lembata (19/05/2013). Ternyata pengurus Adriani Sunur juga sudah menyerahkan DCS ke KPU Lembata. "Atas dualisme kepengurusan ini, Panwaslu Lembata mengundang KPU Lembata untuk klarifikasi," jelas dia.
Ia juga, lanjutnya, sebagai ketua DPC diundang oleh Panwaslu Lembata untuk memberikan klarifikasi. Kata dia, mestinya pada saat melakukan klarifikasi itu tidak ada pihak lain yang diundang kecuali ketua dan anggota Panwaslu Lembata. Namun pada kenyataanya, Ketua Panwaslu Flores Timur ikut hadir dan terlibat dalam proses klarifikasi. "Kehadiran ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan dan prosedur," jelas dia.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Provinsi Nelce mengatakan, pihaknya mengakui bahwa kehadiran Panwaslu Flores Timur itu atas perintahnya sebagai ketua Bawaslu. Mestinya memang Bawaslu yang melakukan supervisi kepada Panwaslu Lembata terhadap permasalahan ini. Namun ia sengaja menugaskan Panwaslu Lembata karena pertimbangan topografi. " Dari Kupang ke Lembata itu membutuhkan waktu dan biaya yang sangat mahal. Naik pesawat Rp 900 ribu sementara anggaran untuk Bawaslu belum cair. Sehingga kami menugaskan Panwaslu Flores Timur mengingat jarak yang terdekat dengan Kabupaten Lembata," jelas dia.
Ketua Panwaslu Lembata Rafael Boli Lewa mengatakan, pihaknya mengundang Panwaslu Flores Timur itu bukan dalam rangka menyelesaikan sengketa di internal partai. pihaknya hanya sekedar mendalam substansi permasalahan penolakan DCS Adrianu Sunur oleh KPU Lembata. (TTM)