Ternate, DKPP – Posisi media sangat penting dan strategis, bahkan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Muhammad berpendapat isi media sangat tajam dibandingkan dengan ujung pedang. Media dapat digunakan sebagai alat untuk ‘melangitkan’ atau ‘memopulerkan’ seseorang. Prof Muhammad menyampaikan hal ini pada acara Ngetren Media DKPP (Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan media) yang digelar di Kota Ternate pada Senin (14/12/20).
Muhammad mengawali pengantarnya dengan menyampaikan apresiasi kepada media atas kehadiran awak media pada acara Ngetren Media DKPP ini. Menurut dia, diskusi ini penting bagi DKPP terutama dalam rangka mendengarkan masukan dari perspektif media.
“Kegiatan ini namanya Ngetren, Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu Dengan Media, jadi silakan saja kami itu sangat berterima kasih kepada teman-teman media yang ingin menyoroti pelaksanaan pilkada dan perspektif etika penyelenggara. Silakan disorot apa adanya dan bukan ada apanya,” kata Muhammad.
Lanjut dia, ada hal yang menarik untuk diteliti. Menjelang kampanye sebelum pemilihan para pasangan calon gubernur atau bupati ‘meneken’ pakta integritas: “Siap Kalah Siap Menang’. Penampilan para paslon itu tampak mantab saat penandantanganan itu dishooting [diliput media_red). Tetapi, saat KPU mengumumkan hasil pilkadanya, hasil itu dipermasalahkan.
“Ternyata siap menang tapi tidak siap kalah dan menggugat hasil ke Mahkamah Konstitusi. Semoga walikota Ternate nanti adalah walikota yang dipilih langsung oleh warga Ternate dan bukan ditentukan oleh sembilan hakim di MK. Jika MK yang menentukan kepala daerah yang terpilih, kemudian secara yuridis formal ‘tidak menjadi pertimbangan’. Sekian ratus ribu DPT atau masyarakat yang sudah ‘nyoblos’ di TPS, satu-satu suaranya dikumpulkan tetapi yang justru menjadi pertimbangan putusan adalah hakim di MK, maka hal ini sangat disayangkan,”katanya lagi.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar ini kembali menekankan posisi pentingnya media sebagai pilar ke empat demokrasi selain eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dia menilai media adalah salah satu salah satu pihak yang paling penting yang diajak berbicara atau berdiskusi persoalan etika penyelenggara.
Namun demikian, Prof. Muhammad mengingatkan agar media menyampaikan kritik secara bijak. “Posisi media dengan penyelenggara sama-sama independen. Saya menghormati ideologi teman-teman. Tetaplah ‘Bijak Di Garis Tak Berpihak”, pesannya.
Muhammad meminta media membantu KPU dan Bawaslu agar para penyelenggara dalam bekerja lebih mengeluarkan potensi malaikatnya. Posisi independen media sama dengan penyelenggara yakni memastikan mayoritas mereka yang dipilih di TPS berbasis suara tersebut dikawal secara berjenjang dan dikawal sampai proses rekap yang menentukan pemenang.
“Mahkota pemilu adalah kotak suara. Suara rakyat ada di dalam kotak itu, sehingga kita harus memastikan siapa yang didukung oleh mayoritas masyarakat pemilih di kotak suara itu harus dikawal secara berjenjang dalam proses tahapan rekapitulasi. Siapa yang menang di TPS itu adalah yang menjadi kepala daerah,” lanjutnya.
Kemudian Muhammad menjelaskan dua prinsip yang harus dipegang oleh penyelenggara dan menjadi atensi para jurnalis. Pertama, penyelenggara pemilu wajib paham terkait tata kelola pemilu KPU dan Bawaslu disebut wasit pemilu. Kedua, wasit harus lebih cerdas dari pemain.
“Mana ada rumus yang bisa membenarkan wasit itu tidak lebih pintar dari pemain. Wasit itu, satu paling gagah, paling terhormat. Wasit dianggap sebagai orang yang paling paham regulasi. Posisinya terhormat, di kantongnya ada sempritan, kartu kuning, dan kartu merah. Pemain ada banyak, ada pemain utama, ada cadangan, ada suporter dan seterusnya. Tetapi wasit harus satu, jadi tidak ada alasan wasit pemilu tidak lebih cerdas daripada pemain,” tegasnya.
Muhammad berpesan kepada penyelenggara untuk benar-benar mempelajari dan paham peraturan agar saat beperkara dengan pihak Pengadu yang menggunakan lawyer, maka argumen penyelenggara tidak dengan mudah dapat dipatahkan.
“Penyelenggara harus paham regulasi, tegak lurus dengan regulasi. Hal itu harus dikuatkan dengan kemampuan mengelola integritas, tata perilaku dan etikanya. Jadi, harus berpadu saling mencengkram secara kuat antara orang yang professional, ahli tata kelola pemilu atau pilkada dengan orang-orang yang komitmen akan tegaknya lurusnya integritas. Indonesia membutuh profil penyelenggara pemilu yang berintegritas, karena pintar saja tidak cukup,” tambahnya
Di akhir pengantar, Prof. Muhammad kembali menyampaikan bahwa media sangat menentukan kualitas pilkada. “Media bisa menjadi sumbu penyulut permusuhan maupun kedamaian, tetapi saya harap pada pilihan yang kedua yakni menyulut kedamaian, suasana tenang, dan damai,”pungkasnya.
Bertindak selaku narasumber Ketua DKPP RI Prof. Muhammad, Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Unsur Masyarakat Prov. Maluku Utara Dr. Nam Rumkel. Acara dipandu Kasubbag Tindak lanjut Putusan DKPP RI Rio Fahridho Rahmat. [Humas DKPP]