Medan, DKPP – Sidang kode etik ketua
dan ketua Panwaslu Nias, Sumatera Utara berlangsung buka tutup, Jumat (27/6).
Pasalnya, Pengadu, Junius Ndraha, tidak hadir.
Ketidakhadiran Pengadu merupakan kali
kedua. Pada waktu sidang pertama, (16/6) pun tidak hadir. “Kami merekomendasikan
untuk langsung pembacaan Putusan saja,†kata koordinator Tim Pemeriksa Daerah
Prof Monang Sitorus saat sidang. Selain Prof Monang Sitorus, anggota majelis
lainnya Evi Novida Ginting, Hardi Munte dan Dr. Tengku Erwin.
Junius Ndraha merupakan caleg dari
Partai Hanura Nomor urut 1 Dapil 1 Kabupaten Nias. Dia mengadukan ketua dan
empat anggota PPK Bido, Dedi Kurniawan Bate’e, Sudianto Jebua, Sarman Laoli dan
Febianus Jai Dohare. Teradu lainnya, Atius Waruwu, ketua Panwaslu Nias, Abineri
Gulo, Ketua KPU Nias, Yunizama Ndraha, ketua PPS Desa Lahemo dan Daniel Waruwu,
ketua PPS Desa Loloana’a serta Faoma Aro Waruwu, ketua PPS Desa Lasela.
Ada lima poin alasan pengaduan Junius
Draha. Pertama, PPS dan KPPS merevisi data hasil Pemilu di kantor PPK tanpa
diketahui oleh saksi Parpol. Kedua, Ketua PPK Kecamatan Gide dan anggota PPK
Gido tidak mengindahkan laporan saksi Partai Hanura dengan membuat “nihil†pada
lembar keberatan yang diajukan saksi. Ketiga, kerusakan segel pada kotak suara
dan berita acara tidak tersegel atau dalam keadaan terbuka pada saat pleno di
PPK dan PPS. Keempat, laporan dari saksi Partai Hanura tidak
ditindaklanjuti oleh Panwaslu Kabupaten Nias. Terakhir, KPU Nias telah
menetapkan hasil Pemilu yang cacat hukum karena formulir C.1 hasil
Pemilu 9 April adalah palsu karena tidak berhologram. (ttm)