Manado, DKPP- Pemilu merupakan syarat utama
terhadap sebuah demokrasi. Mustahil sebuah negara menganut demokrasi tetapi
tidak melaksanakan pemilihan umum.
Anggota Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nur Hidayat Sardini menerangkan, semua negara
menganut sistem demokrasi. Akan tetapi ada yang murni atau sekedar formalitas.
Negara-negara yang melaksanakan Pemilu formalitas seperti Irak waktu Sadam
Husein sebelum ditumbangkan, Mesir zaman Husni Mubarak, atau Korea Utara.
“Negara-negara tersebut melaksanakan Pemilu akan tetapi sudah hanya sekedar
untuk melanggengkan kekuasaan atau mengoperasikan kekuasaan yang totaliter,â€
kata dia saat menjadi narasumber Kepemimpinan Pengawasan Pemilu di kampus Fisip
Universitas Sam Ratulangi, Kamis (11/8) pukul 17.00 WITA.
Lalu apa bedanya
antara demokrasi dengan demokrasi murni? Ketua Bawaslu RI periode 2008-2011 itu
menjelaskan bahwa demokrasi formalitas setiap pelaksanaan Pemilu itu sudah
dibisa diprediksi pemenang. Pada waktu zaman Orde Baru contohnya. “Kita
mencoblos hari ini, dan kita akan mengetahui siapa pemenang pada Pemilu lima
tahun berikutnya,†kata dia.
Sedangkan demokrasi
murni, lanjut dia, adalah demokrasi yang pelaksanaan Pemilunya berjalan dengan
fair. Peserta atau
kontestan bersaing secara sehat dan memiliki kesempatan yang sama. Hasil
pemenang Pemilunya pun tidak bisa ditebak. “Kita saat ini sudah menjalankan
Pemilu dengan demokratis. Bahkan kita dipuji oleh dunia bahwa kita termasuk
negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika, India. Indonesia pun disebut
sebagai negara muslim pertama yang melaksanakan Pemilu secara demokratis,â€
tutup pria yang akrab disapa NHS itu. [teten jamaludin]