Jakarta, DKPP
– Media sosial (medsos) tengah menjadi perhatian sangat serius. Pasalnya,
fungsinya bisa seperti pisau bermata dua. Medsos bisa memiliki sisi yang
positif begitu juga sebaliknya.
Medsos
menjadi isu penting dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Desain
Sosialisasi Pengawasan Menggunakan Media Sosial dan Whatsapp di Jakarta, Senin
(27/11/2017). Hadir anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, Rahmat Bagja, Ratna
Dewi Pettalolo, dan Fritz Edward Siregar. Anggota DKPP yang hadir Alfitra
Salamm dan hadir pula wakil ketua Komisi II DPR RI Lukman Edi. Acara yang
diselenggarakan oleh Biro TP3 Bawaslu ini dihadiri sejumlah praktisi dan
penggiat media sosial.
Menurut
Alfitra Salamm, media sosial merupakan hasil perkembangan teknologi yang kian
canggih. Teknologi ini bersifat netral akan tetapi tergantung pada
pengguna teknologi tersebut. “Medsos ini bisa berdampak positif bisa juga negatif
tergantung dari penggunanya,†katanya.
Misalnya, muncul
kabar hoax yang masif merupakan dampak negatifnya. Sementara pemerintah masih
lemah dalam mengatur terkait medsos ini. Hoax bisa muncul kapan saja,
termasuk saat-saat Pemilu. Misalnya, hoax adanya serangan fajar atau hoax
adanya pembunuhan di TPS. Media sosial ini bagaikan hantu, tak terlihat dan
berada di tengah hutan belantara,†ungkapnya.
Lanjut dia,
keberadaan medsos seperti Whatsapp memiliki peran strategis dalam menyebarkan
informasi-informasi yang baik. Dan keberadaan medsos dapat dioptimalkan secara
positif. DKPP belum mengatur penggunaan media sosial. Akan tetapi medsos dapat
dijadikan bukti dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara
Pemilu. “Dalam sidang pemeriksaan, ada penyelenggara Pemilu dugaan
melakukan keberpihakan melalui media sosial. Jadi berhati-hatilah
kepada penyelenggara Pemilu dalam menggunakan medsos,†ujarnya.
Moch.
Afifuddin menyampaikan, medsos bagaikan pisau bermata dua. Bisa bermanfaat
untuk pencegahan pelanggaran Pemilu. Akan tetapi medsos ini pun miliki daya
ledak tinggi. Misalnya, bila berkaitan dengan isu SARA. “Saya baca di New York
Times hingga kini warga Amerika Serikat pun masih belum move on.
Serangan terhadap Trump masih terus dampak dari Pemilu. Tidak hanya di Amerika,
tetapi juga di negara-negara lain kecuali Jerman yang masih wise,â€
katanya.
Sehingga
kondisi tersebut, Afifuddin ada sebagian kalangan yang mengaku khawatir Pilkada
atau Pemilu nasional ini seperti Pemilu tahun 1999. Kekhawatiran ini bukan
berkaitan dengan adanya pelanggaran tahapan akan tetapi terkait dengan
keamanan. “Sekarang ada kekhawatiran apakah Pemilu sekarang aman atau ngga,â€
katanya.
Tahun 2018,
ada 171 daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak. Dalam Pilkada kali ini
banyak diikuti oleh daerah-daerah yang memiliki pemilih tinggi seperti Jawa
Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan. “Dalam
konteks ini Bawaslu perlu mengoptimalkan medsos dalam rangka early
warning atau positif buzzer, tambah Affif. [Teten Jamaludin]