Surabaya,
DKPP – Semangat yang kuat untuk mewujudkan pemilu yang
berintegritas membutuhkan dukungan stake holder pemilu, partai politik dan
elemen yang concern terhadap pemilu. Dalam hal ini bagaimana partai politik
bisa melakukan perannya untuk secara bersama-sama mengontrol penyelenggara
pemilu sehingga apapun hal yang mengganjal dapat dikomunikasikan dengan baik
terlebih dahulu sebelum menjadi persoalan.
Hal ini diungkapkan anggota
DKPP, Ida Budhiati dalam pengantar acara, “Sosialisasi Peraturan No. 2 Tahun 2017 tentang Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu dan Peraturan No. 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu†di Hotel Singgasana,
Kamis 9/11. Sosialisasi merupakan respon
sigap DKPP terhadap Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umumâ€.
“Dalam pandangan saya upaya untuk mencegah
terjadinya gugat menggugat antara penyelenggara pemilu dengan partai politik
adalah komunikasi yang profesional dan proporsional dengan pemahaman tidak
membangun komunikasi secara personal, juga tugas penyelenggara untuk
menindaklanjuti komunikasi secara kelembagaan†kata Ida.
Ida menjelaskan apa yang
dimaksud dengan komunikasi secara kelembagaan adalah tidak membangun komunikasi
secara diam-diam, sembunyi-sembunyi atau bisik-bisik. Penyelenggara pemilu agar
menghindari perbicangan warung kopi. Partai politik lebih baik berkunjung
langsung ke kantor penyelenggara untuk membicarakan apa potensi masalah, apa
yang dirasa masih kurang. Jika komunikasi telah terbangun dengan baik, secara
tidak langsung akan meningkatkan kualitas demokrasi.
“Jangan biarkan penyelenggara pemilu terjerumus ke aliran
yang sesat, kita semua punya tanggung jawab untuk saling mencegah dan mengingatkan.
Dengan sosialisasi ini, DKPP memberikan pemahaman yang benar terkait kerangka
hukum pemilu. Penyelenggaraan pemilu dibantu
oleh sebuah lembaga yang tugasnya adalah menjaga etika, yaitu DKPP,†lanjutnya.
Menurut anggota KPU periode
2012-2017 ini, upaya hukum dilakukan sebagai upaya terakhir setelah upaya yang lain
sudah dilakukan termasuk upaya komunukasi. Budaya musyawarah mufakat hanya ada
di Indonesia dan tidak ada di negara lain di dunia ini. Karena itu negara harus
melestarikan musyawarah untuk mufakat sebagai solusi sebelum menempuh upaya
hukum mengadu ke peradilan.
“Amerika tidak mengenap apa
itu musyawarah mufakat, di sana individualisme tinggi, tidak ada kultur ini
maka itu jika ada sengketa mereka akan langsung ke pengadilan. Masyarakat
Indonesia kan beda meskipun arus global hukum dunia berwajah liberal, tapi
masyarakat Indonesia harus mampu mempertahankan budaya lokalnya,†sambung dia.
Ida memberkan contoh kultur
budaya pada masyarakat Jepang dalam menyelesaikan masalah, misalnya terkait
hubungan dispute industri ketenagakerjaan. Masyarakat Jepang malu jika mereka
tidak bisa menyelesaikan persoalan dan harsu menyelesaikan persoalan itu
melalui jalur hukum. Tidak sedikit yang menyelesaikan masalah dengan jalan
bunuh diri.
“Tapi saya masih meyakini
kultur masyarakat Indonesia sangat kuat dalam menyelesaikan masalah tanpa
masalah. Penyelenggara pemilu diharapkan juga begitu. Bangun komunikasi secara
proposional dan profesional,†lanjutnya.
Ida mengingatkan bahwa ketentuan
hukum sangat kental muatan politisnya karena sebuah produk hukum melalui
proses politik dan tidak bisa diharapkan sempurna hasilnya. Maka tugas
penyelenggara adalah memberikan penyelesaian yang belum lengkap dalam
undang-undang.Penyelenggara pemilu harus visioner, berperan sebagai agen
perubahan dan tidak hanya mengedepankan aspek prosedural semata tetapi juga
menyelenggarakan sebuah pemilu yang memenuhi aspek-aspek demokrasi sehingga
tercapai pemilu yang berintegritas. Penyelenggara pemilu dineri mandat untuk
membangun demokrasi melalui pemilu.
Masih dalam pengantarnya
Ida menekankan bahwa partai politik memiliki parpol kedudukan sangat strategis. Secara kelembagaan partai politik makin
kuat dan dipercaya. Hali ini dapat dilihat dari dilibatkannya partai politik
dalam setiap sendi kehidupan.
Penyelenggara pemilu harus
berada frekuensi yang sama dalam menangkap semangat pembuat undang undang membentuk
UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam menata ulang lembaga
penyelenggara pemilu.
“Penyelenggara harus
memiliki komitmen yang kuat bagaimana pemilu di Indo dapat lebih menjamin aspek
keadilan pemilu, tidak hanya prosedural tapi keadilan buat peserta dan penyelenggara
pmelalui sebuah pemeriksaan perkara dalam persidangan yang terbuka transparat dan
akuntabel,†tutup Ida. [Diah Widyawati_3]