Komhumham.com Selasa, 26 Februari 2013 , 18:51:00
JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat, AR Muzamil dan Umi Rifdiyawati, tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana tuduhan calon Gubernur Kalbar, Yanda Zaihifni. DKPP menganggap KPU Kalbar sudah bertindak sesuai aturan dalam menyelenggarakan Pilkada Kalbar.
"Memutuskan menolak pengaduan para pengadu untuk seluruhnya. Merehabilitasi nama baik Teradu I atas nama Muzammil dan Teradu II atas nama Umi Rifdiyawati," ujar Saut Hamonangan Sirait saat memimpin sidang majelis DKPP, di Jakarta, Selasa (26/2).
Menurutnya, DKPP juga memerintahkan KPU Pusat menindaklanjuti putusan dimaksud sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. "Dan memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini," ujarnya.
Sebelumnya Yanda selaku pengadu menduga Muzamil dan Umi telah lalai dan tidak cermat dalam melaksanakan tahapan pemeriksaan kesehatan bakal calon Gubernur Kalimantan Barat. Karenanya, Yanda menganggap Muzamil dan Umi melanggar asas Penyelenggara Pemilihan Umum dalam Pemilu Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Barat tahun 2012.
Menanggapi tudingan ini, Muzamil dan Umi pun berkelit. Keduanya menyodorkan surat dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Kalimantan Barat, yang merekomendasikan RSUD Dr. Soedarso sebagai tempat pemeriksaan kesehatan fisik dan RS Khusus di Jalan Ali Anyang sebagai tempat pemeriksaan kesehatan jiwa.
Karena itu berdasarkan penilaian fakta-fakta selama persidangan, DKPP menyatakan teradu tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama KPU, Bawaslu dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.(gir/jpnn)
Komhukum (Jakarta) – Sidang pelanggran kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang membacakan Putusan No. 11/DKPP-PKE-II/2013 tentang Bakal Calon Pemilu Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Barat yang diduga melanggar asas Penyelenggara Pemilihan Umum dalam Pemilu Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Barat tahun 2012, terindikasi lalai dalam semua tahapan.
Kelalaian tersebut dilaporkan Konsultan Hukum dari Armyn Ali Anyang, Purnawirawan Mayor Jenderal (TNI) Yanda Zaihifni Ishak sebagai Pengadu yang mengadukan Ketua KPU Kalimantan Barat AR. Muzamil dan Anggota Umi Rifdiyawati sebagai Teradu dinilianya tidak cermat dalam melaksanakan Tahapan Pemeriksaan Kesehatan
Dalam jawaban bantahannya dalam sidang, Teradu I dan II selaku Ketua dan Anggota KPU Kalimantan Barat merasa pemeriksaan kesehatan bagi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Barat telah didasarkan pada peraturan perundang-undangan dengan dibuktikan adanya Rekomendasi Pengurus Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Kalimantan Barat Nomor 034/IDI-WIL/KALBAR/VI/2012 tanggal 7 Juni 2012 yang merekomendasikan RSUD Dr. Soedarso di Jl. Dr. Soedarso, Pontianak, sebagai tempat pemeriksaan kesehatan fisik dan RS Khusus Jl. Ali Anyang di Pontianak sebagai tempat pemeriksaan kesehatan jiwa.
"Rekomendasi Pengurus Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Kalimantan Barat Nomor 036/IDI-WIL/KALBAR/V/2012 tanggal 15 Juni 2012 tentang Tim Pemeriksa Khusus Kesehatan Pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat Tahun 2012 yang kemudian ditetapkan dalam Surat Keputusan KPU Provinsi Kalimantan Barat Nomor 41/kpts/KPU-Prov-019/2012 tentang Penetapan Rumah Sakit dan Tim Dokter untuk Pemeriksaan Kesehatan Menyeluruh Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat Tahun 2012, merupakan sebuah fakta yang jadi bukti," jelas majelis hakim DKPP Nurhidayat Sardini di Ruang sidang DKPP Gedung Bawaslu Lantai 5, Jl. MH. Thamrin, Jakarta, Selasa (26/02)
Berdasarkan penilaian atas fakta-fakta dalam persidangan sebagaimana diuraikan di atas, setelah memeriksa keterangan Pengadu, memeriksa jawaban dan keterangan Teradu, memeriksa bukti-bukti dokumen, dan bukti-bukti yang disampaikan Pengadu, dan Teradu, DKPP menyimpulkan antara lain. "Bahwa Teradu I dan Teradu II selaku Ketua dan Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
"Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan tersebut di atas, DKPP memutuskan: (1) Menolak pengaduan Para Pengadu untuk seluruhnya. (2) Merehabilitasi nama baik Teradu I atas nama Drs. A.R. Muzammil, M.Si dan Teradu II atas nama Umi Rifdiyawati masing-masing sebagai Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Barat. (3) Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk menindaklanjuti Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," bebernya. Untuk itu, kata Sardini, DKPP memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan Putusan tersebut. (K-4/Roy)
Komhukum (Jakarta) – Lambatnya penetapan pengganti antar Waktu (PAW) Dewan Perwakilan Rakyat Darah (DPRD) Kota Bengkulu, yang diusulkan DPP Partai Demokrat menjadi nasib buruk bagi KPU Kota Bengkulu dan berbuntut Pemecatan oleh DKPP.
Dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) membacakan Putusan Nomor 6/DKPP-PKE-II/2013, dengan pengadu Ir. Hendri Arianto sebagai calon pengganti antar waktu anggota DPRD Kota Bengkulu yang diusulkan oleh DPP Partai Demokrat itu mengadukan Ketua dan anggota KPU Kota Bengkulu atas nama Salahuddin Yahya, S.Ag., M.Si., Kusnito Gunawan, SH., MH., Drs. Istal Andri, Drs. Sri Martini dan Juniarti Boermansyah, S.Ag., M.Si.
Pimpinan Majelis Sidang DKPP, Jimly Ashiddiqie mengatakan, berdasarkan penilaian atas fakta dalam persidangan dan keterangan-keterangan Pengadu, memeriksa jawaban dan keterangan Teradu, memeriksa bukti-bukti dokumen serta bukti-bukti yang disampaikan Pengadu.
"DKPP menyimpulkan antara lain bahwa Para Teradu I, Teradu II, dan Teradu III terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebagaimana ketentuan berbagai pasal," jelas Jimly saat membacakan putusannya di Ruyang sidang DKPP, Gedung Bawaslu, jalan MH. Thamrin, Jakarta, Selasa (26/02).
Pasal 3 ayat (1); Pasal 10 huruf a, huruf b, huruf c, huruf j, huruf k; Pasal 11; Pasal 12; dan Pasal 15 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
Kata Jimly, teradu IV dan Teradu V juga terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. "Sebagaimana ketentuan Pasal 7 huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum," urainya.
Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan tersebut, DKPP, kata Jimly, memutuskan, menjatuhkan sanksi teguran tertulis berupa peringatan keras kepada Teradu IV dan Teradu V selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Bengkulu atas nama Drs. Sri Martini dan Juniarti Boermansyah, S.Ag., M.Si.
"Menjatuhkan sanksi berupa Pemberhentian tetap kepada Teradu I, Teradu II dan Teradu III selaku Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Bengkulu atas nama Salahuddin Yahya, S.Ag., M.Si., Kusnito Gunawan, SH., MH. dan Drs. Istal Andri dari keanggotaan Komisi Pemilihan Umum Kota Bengkulu terhitung sejak dibacakannya Putusan ini," ucapnya.
Atas dasar tersebut, DKPP memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bengkulu untuk melaksanakan Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, DKPP juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bengkulu untuk mengawasi pelaksanaan atas Putusan tersebut. (K-4/Roy)