Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 01-PKE-DKPP/I/2022, Senin (17/1/2022).Perkara ini diadukan oleh Yekien Wenda yang memberikan kuasa kepada Hendrik Nanimendei dan Erwin Dumas Hutagol.
Pengadu melaporkan Yuli Kagoya, Yetron Kagoya, Nias Wenda, Yunes Kagoya, dan Desein Wanimbo yang merupakan Ketua dan Anggota KPU Kab. Lanny Jaya selaku Teradu I sampai V. Selain itu, Eribur Kagoya yang merupakan Sekretaris KPU Kab. Lanny Jaya juga turut diadukan dan berstatus sebagai Teradu VI.
Dalam sidang, Pengadu melalui kuasanya menyebutkan beberapa dalil aduan untuk para Teradu. Teradu I diduga memiliki hubungan kekerabatan (suami-istri) dengan calon anggota legislatif DPRD Kab. Lanny Jaya dari Partai Amanat Nasional (PAN) pada pemilu legislatif 2019.
Teradu I dan Teradu IV diduga masih menerima gaji sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Kab. Lanny Jaya. Sedangkan Teradu VI diduga memalsukan surat dari Pemerintah Kab. Lanny Jaya terkait pengurusan alih status kepegawaian dirinya, yang semula pegawai daerah menjadi pegawai pusat di Setjen KPU RI.
Selain itu, seluruh Teradu diduga telah mengubah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di sejumlah distrik yang ada di Kab. Lanny Jaya untuk Pemilu dan Pilkada serentak Tahun 2024.
“KPU Lanny Jaya juga mengubah DPT di beberapa distrik dan tidak berdasar Sidalih,” kata Yekien Wenda selaku prinsipal.
Sidang ini diadakan secara virtual dengan Ketua Majelis dan pihak Pengadu berada di Ruang Sidang DKPP, Jakarta. Sedangkan pihak lainnya berada di daerahnya masing-masing.
Ketua Majelis dalam sidang ini adalah Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm. Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Papua yang menjadi Anggota Majelis, yaitu Yacob Paisei (unsur Masyarakat) dan Jamaluddin Lado Rua (unsur Bawaslu).
Jawaban Teradu
Sementara, para Teradu membantah aduan yang disebutkan Pengadu. Teradu I, Yuli Kogoya menegaskan bahwa dirinya telah mendeklarasikan hubungan kekerabatan dengan Caleg DPRD Kab. Lanny Jaya dari PAN yang berkontestasi dalam Pileg 2019. Selain itu, Yuli juga menyatakan bahwa hal ini telah dipublikasikan melalui media massa.
Deklarasi ini dilakukan pada 20 Maret 2019 di sebuah lapangan di Kabupaten Lanny Jaya.
“Memang tidak ada bukti audio (deklarasi, red.). Tapi teman-teman dari Bawaslu juga hadir saat itu,” katanya.
Terkait statusnya sebagai PNS, Yuli mengakui bahwa dirinya memang masih berstatus sebagai PNS. Kepada majelis, Yuli juga mengaku masih menerima gaji sebagai PNS melalui rekeningnya.
“Hanya saja saya tidak pernah menggunakan gaji tersebut,” ungkap Yuli.
Pengakuan berbeda disampaikan oleh Teradu IV, Yenus Kagoya. Kepada majelis, Yenus menegaskan bahwa dirinya sudah tidak menerima gajinya sebagai PNS karena ia telah mengajukan cuti tanpa tanggungan kepada atasannya.
Bantahan juga dilontarkan oleh Sekretaris KPU Kab. Lanny Jaya, Eribur Kogoya (Teradu VI). Ia menolak disebut telah memalsukan surat pengurus alihan status kepegawaian dirinya yang sebelumnya berstatus pegawai daerah menjadi pegawai Setjen KPU RI.
Menurut Eribur, surat bertanggal 30 Oktober 2017 memang ditanda tangani langsung oleh Bupati Lanny Jaya, Befa Yigibalom, saat itu.
Namun, Eribur mengakui bahwa dirinya memang meminta langsung kepada Befa Yigibalom, selaku Bupati. Menurutnya, pembuatan surat tersebut telah melompati prosedur dan birokrasi.
Sementara terkait dalil perubahan DPT, Yuli menegaskan bantahannya. Menurutnya, dari 39 distrik yang ada di Kab. Lanny Jaya, terdapat 9 distrik dengan DPT bermasalah.
Yuli menambahkan, bahwa data pemilih tersebut bukanlah DPT, melainkan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan untuk Pemilu serentak 2024.
“Jumlah DPT dalam 9 distrik tersebut melebihi jumlah penduduk,” ungkapnya.
Yuli mengungkapkan, data pemilih ini memang berubah jika dibandingkan DPT Pemilu 2019 atau Pilkada 2020. Sebab, dari penyandingan data yang dilakukan KPU Kab. Lanny Jaya, katanya, banyak ditemukan pemilih bermasalah, mulai dari pemilih ganda hingga pemilih tanpa nomor induk kependudukan (NIK).
“Jadi datanya berubah dari 188.305 menjadi 173.755 pemilih. Dan ini sudah sesuai dengan surat edaran KPU tentang pemilih,” pungkasnya. [Humas DKPP]