Kupang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa delapan penyelenggara Pemilu Kabupaten Sumba Barat Daya dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor 122-PKE-DKPP/VII/2024, Rabu (11/9/2024).
Sidang ini dilaksanakan secara hibrida dari Kantor Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kota Kupang, dan Ruang Sidang DKPP, Jakarta.
Lima dari delapan penyelenggara Pemilu tersebut adalah Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu Hyronimus Malelak, Dickson Nix Yo Daly, Fransiskus Bulu Ngongo, Isak Carles Umbu Mimira, dan Yonathan Landi. Kelima nama ini berstatus sebagai Teradu I sampai Teradu V.
Sedangkan tiga lainnya adalah Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu Yeremias Bayoraya Kewuan, Emanuel Koro, dan Sekti Handayani, yang berstatus sebagai Teradu VI sampai Teradu VIII.
Delapan nama di atas diadukan oleh Emanuel Eka dan Darsono Bole Malo. Keduanya mendalilkan sejumlah aduan kepada Teradu I sampai Teradu V, di antaranya adalah tidak cermat dan profesional dalam melakukan proses seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
“Terdapat PPK di Sumba Barat Daya yang nerupakan anak dari seorang caleg yang juga memiliki keluarga juga sebagai penyelenggara Pemilu untuk Pemilu 2024,” kata Emanuel Eka.
Emanuel juga menyebut Teradu I sampai Teradu V telah melakukan kampanye damai yang melibatkan semua partai politik di lingkungan sekolah yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya.
“Bagi saya, kampanye di sekolah tentu melanggar aturan. Terlebih ada alat peraga kampanye di sekolah tersebut,” ucapnya.
Sementara Teradu VI sampai Teradu VIII didalilkan melakukan pembiaran terhadap dugaan aksi intimidasi yang dilakukan Calon Legislatif (Caleg) DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya Nomor urut 2 dari PKB bernama Lucas Camma dalam TPS 3 Desa Werilolo saat hari pemungutan suara Pemilu 2024.
“Saudara Lucas Camma telah mengancam saksi-saksi partai politik yang ada di TPS tersebut. Bahkan ia sempat mengeluarkan ancaman pembunuhan dan dibiarkan begitu saja oleh Bawaslu Sumba Barat Daya (Teradu VI sampai Teradu VIII, red.),” ungkap Emanuel.
Selain itu, Emanuel juga menyebut Teradu VI sampai Teradu VIII telah membiarkan pelaksanaan kampanye damai yang dilakukan KPU Sumba Barat Daya yang melibatkan seluruh partai politik di lingkungan sekolah.
Jawaban Teradu
Ketua KPU Kabupaten Sumba Barat Daya Hyronimus Malelak (Teradu I) membantah semua dalil yang disampaikan kepada dirinya dan koleganya dari KPU Sumba Barat Daya.
Terkait keberadaan PPK yang merupakan anak dari Caleg dan memiliki keluarga yang juga menjadi penyelenggara Pemilu, Hyronimus mengungkapkan bahwa pihaknya tidak mengetahui hal tersebut.
Hal ini baru diketahui KPU Kabupaten Sumba Barat Daya saat transisi selesainya Pemilu 2024 dan menjelang tahapan Pilkada 2024 dimulai. Ia mengakui bahwa dirinya dan empat Anggota KPU Sumba Barat Daya tidak dapat menjangkau informasi tentang relasi keluarga penyelenggara Pemilu di tingkat desa.
Hyronimus menambahkan, PPK tersebut tidak terpilih lagi saat proses seleksi PPK untuk Pilkada 2024.
“Pada saat tahapan seleksi untuk Pilkada selalu minta klarifikasi, pilih mana, mau suami atau istri (yang lolos sebagai PPK). Tapi kami tegas dan sangat berhati-hati karena kalau salah rekrut orang bisa menimbulkan ribut besar, jadi kami terbuka,” terangnya.
Hyronimus juga membantah telah menggelar kampanye damai di lingkungan sekolah yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya. Menurut Hyronimus, yang disebut “kampanye damai” oleh Teradu adalah kegiatan sosialisasi Pemilu 2024.
“Bukan kampanye damai, tapi sosialisasi. Pengadu tidak memahami substansi kegiatan,” katanya.
Ia menambahkan, kegiatan tersebut memang melibatkan partai politik, akan tetapi tidak ada sama sekali alat peraga kampanye dan aktifitas orasi atau kampanye oleh partai politik dalam kegiatan tersebut.
“Tidak ada alat peraga kampanye di sekolah. Dan kami juga melarang adanya orasi,” tegasnya.
Hal ini juga diamini oleh Ketua Bawaslu Kabupaten Sumba Barat Daya Yeremias Bayoraya Kewuan dan kedua koleganya.
Menurut Yeremias, larangan orasi oleh partai politik dalam kegiatan tersebut merupakan usulan dari Bawaslu Kabupaten Sumba Barat Daya.
Sedangkan Anggota Bawaslu Kabupaten Sumba Barat Daya Emanuel Koro menyebut insiden di TPS 3 Desa Werilolo bukanlah sebuah pelanggaran Pemilu karena merupakan keributan antara Caleg dengan saksi-saksi partai politik.
“Tindakan teriak-teriak di TPS tidak melanggar undang-undang. Dan yang ribut itu Caleg dengan saksi partai lain, bukan antara peserta dengan penyelenggara pemilu,” ucap Emanuel Koro.
Mendengar hal ini, Ketua Majelis Heddy Lugito pun bertanya, “Jika saya datang ke TPS dan berteriak-teriak lalu mengancam orang-orang di TPS itu diperbolehkan?”.
“Tidak, Yang Mulia,” jawab Emanuel Koro dengan nada pelan.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Heddy Lugito dan dua Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi NTT, yaitu Baharudin Hamzah (unsur KPU) dan Melpi Minalria Marpaung (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]