Kendari, DKPP – Pilkada serentak 2020 dinilai memiliki tantangan dan gejolak yang lebih besar dibandingkan Pilpres 2019. Karenanya, para penyelenggara Pemilu dinilai harus menyiapkan diri agar pelaksanaan Pilkada serentak 2020 minim kecurangan.
Hal ini disampaikan Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm kepada jajaran KPU dan Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam Rapat Koordinasi Persiapan Teknis (Rakornis) sidang kode etik penyelenggara Pemilu di Hotel Claro, Kota Kendari, Sultra, Minggu (7/7/2019).
“Karena komisioner (KPU dan Bawaslu) kenal dengan incumbent, langsung berhadapan dengan tokohnya. Jangan sampai nanti ada istilahnya mengamankan salah satu calon,” jelas Alfitra.
“Kalau pergolakan Pilpres paling hanya di dunia maya saja antara ‘cebong’ dengan ‘kampret’,” tambahnya yang diikuti dengan tawa peserta Rakornis.
Menurut Alfitra ada dua hal yang harus diperhatikan dalam menyongsong tahapan Pilkada serentak 2020, yaitu rekruitmen ad hoc dan praktik politik uang.
Untuk poin pertama, yaitu rekrutmen penyelenggara tingkatan ad hoc, Alfitra berkaca pada pelaksanaan Pemilu 2019 lalu yang menurutnya banyak terjadi potensi kesalahan pada level tersebut.
“Ke depan, rekrutmen ad hoc harus diperhatikan, jangan sampai asal comot. Perhatikan juga kesehatan calon penyelenggara ad hoc,” sarannya.
Sedangkan praktik politik uang merupakan potensi pelanggaran yang menghantui pesta demokrasi di tanah air, baik Pemilu tingkat nasional maupun saat Pilkada. Ia pun mewanti-wanti agar penyelenggara Pemilu di Provinsi Sultra agar mewaspadai potensi pelanggaran ini.
Pesan-pesan di atas disampaikan Alfitra lantaran adanya peningkatan jumlah pengaduan terkait kode etik penyelenggara Pemilu di Provinsi Sultra. Hal ini disebutnya harus menjadi catatan para penyelenggara Pemilu di provinsi ini lebih baik dalam menjalan tugas dan wewenangnya.
“Perhatian masyarakat tinggi terhadap penyelenggara, kepatuhan etik sudah bisa dinilai oleh masyarakat,” katanya.
“Tetap jaga perilaku etik, konsisten terhadap kode etik. Perilaku sebagai Komisioner tolong dijaga,” tutup pria yang juga Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) ini. [wildan]