Makassar, DKPP − Bimbingan Teknis Tim Pemeriksa Daerah bagi Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr. Alfitra Salamm merupakan forum silaturahmi sesama anggota Tim Pemeriksa Daerah(TPD) seperti halnya bimtek serupa yang telah dilaksanakan di Medan dan Surabaya beberapa waktu lalu.
Alfitra berharap forum silaturahmi ini bisa dijadikan forum evaluasi dan juga bisa memberikan ide-ide atau masukan khususnya bagi TPD untuk memperkuat DKPP ke depannya. Perjalanan DKPP selama delapan tahun sejak tahun 2012 tentunya memiliki makna tersendiri bagi proses pembangunan politik dan pengembangan demokrasi di Indonesia.
Dalam pengarahan pada pembukaan ‘Bimbingan Teknis Tim Pemeriksa Daerah (Bimtek TPD) Regional III, di Makassar, 29-31 Oktober 2020, Alfitra baik atas nama pribadi dan sebagai anggota DKPP mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengadu yang sudah melaporkan dugaan pelanggaran etik.
Ada tiga hal yang menjadi poin Alfitra. Pertama, dia memaparkan data, setidaknya hingga 27 Oktober 2020 tercatat ada sekitar 4007 orang yang sudah mengadukan penyelenggara pemilu ke DKPP. Laporan yang masuk ke DKPP ini bahkan mungkin lebih banyak dari laporan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi
“Bagi saya pengadu yang jumlahnya 4007 orang itu adalah martir penegak etik Indonesia. 4007 orang inilah yang betul-betul menjadi penegak etik bagi saya, dan khususnya kepada Indonesia Timur. Ternyata pengadu lebih banyak berasal dari Indonesia Timur,” kata Alfitra.
Dia juga berpesan supaya dalam menjalankan tugasnya sebagai sebagai penyelenggara pemilu dan juga sebagai TPD tetap konsisten dan tetap menjadi garda terdepan sebagai penegak kode etik di seluruh Indonesia.
Kedua, tidak semua laporan/aduan yang masuk ke DKPP disidangkan. Khusus tahun 2020 ada sebanyak 280 pengaduan yang masuk. Dari 280 pengaduan tersebut, Tidak Memenuhi Syarat (TMS) ada sebanyak 73 tidak memenuhi dengan rincian 10 TMS saat dilakukan verifikasi formal ada 60 dan 13 saat diverifikasi materiel.
“Tidak semua pengaduan itu disidangkan karena tidak memenuhi syarat formal dan materiel. Kalau tidak ada unsur etiknya, maka DKPP tidak akan melakukan persidangan,” jelasnya.
Ketiga, Alfitra menyampaikan terima kasih kepada Bawaslu selaku pengadu. Adaada tren yang cukup tinggi bahwa Bawaslu sekarang menjadi unsur pengadu. Namun, meskipun menurut Alfitra, Bawaslu bisa melaporkan KPU, tetapi sebaiknya ini menjadi hal yang harus dievaluasi ke depannya. “Sepengetahuan saya, KPU punya tradisi tidak pernah melaporkan Bawaslu ke DKPP, walaupun sekarang sudah ada yang melaporkan,” lanjutnya.
“Karena yang ditakuti oleh Bawaslu adalah rekomendasinya, seperti sanksi DKPP final dan mengikat, maka jika tidak dilaksanakan rekomendasi itu bisa jadi ‘simalakama’ bagi KPU,” kata Alfitra.
Alfitra menilai, delapan tahun perjalanan DKPP, lembaga ini telah memberikan kontribusi positif untuk demokrasi, karena penyelenggara pemilu adalah ujung tombak dari demokrasi dan DKPP telah mempunyai pilar-pilar dalam upaya menegakkan demokrasi melalui penegakan kode etik penyelenggara pemilu
Terakhir Alfitra mengingatkan kepada penyelenggara yang telah dikenakan sanksi agar menghormati sanksi yang diberikan oleh dkpp tersebut. “Masih ada penyelenggara pemilu yang tidak menghormati sanksi dari DKPP. Dan, ini tentunya bagi kami adalah suatu hal yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan jika sanksi-sanksi itu tidak bisa dijalankan,” pungkasnya.
Alfitra berharap pertemuan selama dua hari ke depan bisa memberikan makna yang cukup baik bagi TPD, khususnya dalam hal mengevaluasi proses persidangan mengevaluasi resume-resume yang disampaikan oleh TPD. [Humas DKPP]