Palembang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar Rapat Persiapan Sidang dan Sosialisasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Kantor KPU Provinsi Sumatera Selatan, pada Rabu (13/11) malam.
Rapat ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm, didampingi Tenaga Ahli DKPP Rian Adhivira Prabowo. Hadir Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Selatan yakni, Amrah Muslimin dan Hepriyadi (unsur KPU), Junadi dan Syamsul Alwi (unsur Bawaslu), jajaran sekretariat KPU dan Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan, Ketua dan Anggota KPU Kab. Ogan Ilir, serta Anggota Bawaslu Kota Palembang.
Untuk diketahui perkara yang akan disidangkan adalah Perkara Nomor 299-PKE-DKPP/IX/2019 dengan Teradu Ketua dan Anggota KPU Kab. Ogan Komering Ulu Timur, Perkara Nomor 310-PKE-DKPP/X/2019 dengan Teradu Anggota KPU Kab. Lahat, dan Perkara Nomor 312-PKE-DKPP/X/2019 dengan Teradu Ketua dan Anggota Bawaslu Kab. Ogan Komering Ulu Timur. Tiga perkara ini akan disidangkan pada Kamis dan Jumat (14-15 November 2019) di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan.
Mengawali sambutannya Alfitra menyampaikan apresiasi dan terima kasihnya atas kehadiran peserta rapat terutama dari jajaran penyelenggara kabupaten/kota. Kemudian, dia juga menyatakan rasa khawatirnya terhadap Provinsi Sumatera Selatan yang menduduki peringkat ketiga pengaduan terbanyak berdasarkan data DKPP, setelah Papua dan Sumatera Utara. Hal ini menurut Alfitra menjadi warning bagi jajaran KPU dan Bawaslu Provinsi.
“Tingginya aduan dari Sumsel ini menandakan bahwa masyarakat semakin cerdas, sudah tahu bagaimana mengadu, atau memang karena banyaknya permasalahan di sini,” tutur dia.
Menurut Alfitra, upaya untuk mengantisipasi hal tersebut salah satunya adalah melalui mekanisme supervisi yang terukur terhadap kabuten/kota, ada SOP (Standar Operasional Prosedur-red) yang harus dilaporkan atau regulasi tertulis. Lanjut Alfitra kebanyakan kasus kabupaten/kota, selalu melibatkan KPU atau Bawaslu Provinsi sebagai Pihak Terkait. Oleh karena itu, harus ada standar yang baku tentang bagaimana bentuk supervisi provinsi terhadap kabupaten/kota.
Selain itu, Alfitra berharap penyelenggara Pemilu untuk meningkatkan komunikasi antarpenyelenggara dan kepekaan terhadap semua masalah yang terjadi.
“Terhadap penyelenggara provinsi tingkatkan sinergi, perkuat koordinasi antara kabupaten/kota sehingga tidak ada lagi pengambilalihan dari kabupaten/kota ke provinsi. Ini menjadi hal yang paling penting,” ucap dia.
Alfitra mengingatkan agar sesama penyelenggara tidak saling melapor, seperti tren yang terjadi saat ini. Dia menilai bahwa terhadap tindakan saling melapor ini meskipun tidak ada salahnya, dan memiliki landasan hukum yang kuat, namun secara hati nurani adalah bertentangan. Masyarakat awam akan memandang tidak baik terkait saling melaporkan antara penyelenggara, selain mengesankan bahwa sesama penyelenggara tidak dapat bersinergi dengan baik.
“Tingkatkan dan perbaiki komunikasi sesama penyelenggara, dan juga tingkatkan seni leadership bagaimana menjadi pemimpin yang egaliter,” ungkap dia.
Selanjutnya, Alfitra menyampaikan evaluasi terhadap pelaksanaan Pileg dan Pilpres yang sudah terselenggara dengan baik. Dibandingkan Pilpres, laporan tentang Pileg lebih banyak, dan hampir 20% terkait rekrutmen yang masih bermasalah. Oleh karena itu, kewajiban KPU dan Bawaslu untuk melakukan evaluasi kembali rekrutmen, misalnya yang mungkin timsel tidak mengikuti juknis yang ada, timsel memutuskan berdasarkan pengamatan subjektif yang tidak bisa terukur. Selain itu, jajaran penyelenggara di bawah kabupaten/kota harus dijaga integritas dan netralitasnya.
“Penyelenggara jajaran di bawah kabupaten (jajaran adhoc) jangan sampai menjadi mesin politik calon. Integritas, netralitas harus diperhatikan, sebab ujung tombak semua permasalahan adalah di jajaran adhoc. “Lebih bagus mencegah, daripada mengganti penyelenggara adhoc di tengah tahapan pilkada karena permasalahan integritas dan netralitas ini,” Alfitra mengingatkan.
Di akhir paparan, Alfitra juga menegaskan agar jangan sampai ada calon tunggal dalam pelaksanaan Pilkada 2020 mendatang, karena filosofi demokrasi adalah kompetisi, sehingga harus ada calon lebih dari satu. Solusinya adalah dengan mempermudah calon independen, ASN tidak harus mengundurkan diri saat memutuskan untuk menjadi calon, cukup dengan mengambil cuti. Terhadap jajaran Bawaslu, Alfitra mngingatkan berkaitan dengan mutasi, bantuan sosial yang harus secara detail diawasi, juga terhadap syarat ijasah calon. [Humas DKPP]