Jakarta, DKPP – Sebanyak tiga saksi yang diajukan Tim
Prabowo-Hatta untuk masalah Pilpres di Surabaya, Jawa Timur, dalam sidang DKPP,
Kamis (14/8/2014). Mereka adalah Soleh, Afif Alfatih, dan Taufik. Perwakilan
Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Didi Supriyanto, yang memandu para saksi meminta
agar mereka menerangkan soal penggunaan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTB)
di Kota Surabaya.
Menurut
saksi Soleh yang juga Koordinator Tim Advokasi Prabowo-Hatta Jawa Timur,
penggunaan DPKTb di Kota Surabaya tidak sesuai aturan karena dibolehkan hanya
menggunakan keterangan domisili.
Hanya
menggunakan keterangan domisili, warga bisa memilih. Akhirnya terjadi
mobilisasi pemilih di beberapa TPS. Yang saya tahu, itu hanya terjadi di
Surabaya, tidak di kota/kabupaten lain di Jatim, terang Soleh.
Sementara
itu, saksi Afif yang mengaku sebagai mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya,
merasa sebagai korban dari keputusan KPU Surabaya tersebut. Dia berdomisili di
Surabaya, tapi ber-KTP Bekasi. Mengetahui dibolehkan menggunakan keterangan
domisili, dia berniat mencoblos di sebuah rumah sakit.
Saya
mengantre untuk mencoblos di rumah sakit, karena kata teman di situ bisa
mencoblos pakai keterangan domisili. Akan tetapi, setelah mengantre lama, saya
tidak dapat mencoblos. TPS ditutup pukul 13.00. Padahal saya lihat masih banyak
yang mengantre, beber Afif.
Atas
kesaksian Afif, Komisioner KPU Juri Ardiantoro bertanya apakah Afif telah
mengurus formulir pindah TPS (A5), apakah tahu siapa saja yang boleh mencoblos
di rumah sakit, dan apakah sudah mendaftar ketika mengantre. Jawabannya semua
belum dilakukan oleh Afif.
Kalau
belum mengurus A5 dan belum mendaftar memang tidak dibolehkan mencoblos. Untuk
diketahui, TPS di rumah sakit diperuntukkan bagi pasien dan karyawan di
situ, terang Juri. (as)