Gorontalo, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 133-PKE-DKPP/VII/2024 di Kantor KPU Provinsi Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, pada Jumat (6/9/2024).
Perkara ini diadukan oleh Yusuf Noho Suaib yang memberikan kuasa kepada Rio Potale. Ia mengadukan Alexander Kaaba, Under S. Lawani, dan Wahyudin Akilie (Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Gorontalo) selaku Teradu I sampai III.
Teradu I sampai III didalilkan tidak profesional dalam menangani laporan Pengadu atas dugaan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oknum calon anggota legislatif (caleg) berinisial VM. Tetapi laporan tersebut tidak diregistrasi dengan alasan tidak pernah dilaporkan ke Bawaslu Kabupaten Gorontalo.
Kuasa Pengadu (Rio Potale) mengungkapkan Pengadu sempat melakukan perbaikan atas laporannya. Meski telah diperbaiki, para Teradu tetap tidak meregistrasi dengan alasan tidak memenuhi syarat formil berupa uraian kronologis dan persoalan waktu.
“Laporan pertama diperbaiki kronologisnya dengan tambahan keterangan dari para saksi dan disampaikan kepada para Teradu. Tetapi melalui pesan WhatsApp, Pengadu diberitahu jika laporan tersebut tidak diregistrasi,” ungkapnya.
Rio Potale menambahkan saat menghadapi aksi unjuk rasa di Kantor Bawaslu Kabupaten Gorontalo, para Teradu menyampaikan alasan lain kenapa laporan tersebut tidak diregistrasi. Yakni karena Pengadu/pelapor telah memanipulasi keterangan para saksi.
“Salah satu alasan kenapa tidak diregistrasi adalah karena manipulasi saksi,” tegas Kuasa Pengadu.
Para Teradu membantah seluruh pernyataan kuasa Pengadu dalam sidang pemeriksaan ini. Dalam menerima dan menindaklanjuti laporan maupun temuan dugaan pelanggaran Pemilu berpedoman pada Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu.
Teradu I menegaskan telah melakukan kajian awal untuk menelitian keterpenuhan syarat formil maupun materil serta penentuan jenis pelanggaran. Kemudian melalui rapat pleno, laporan tersebut diputuskan tidak memenuhi kedua syarat tersebut.
“Ada dua poin penting yang perlu dilakukan perbaikan oleh Pengadu yaitu uraian kronologis kejadian dan alat bukti yang disampaikan tidak berkesesuaian dengan peristiwa yang dilaporkan yakni pemberian uang oleh tim sukses caleg VM,” tegasnya.
Pengadu kemudian melakukan perbaikan laporan dan para Teradu kembali melakukan kajian awal untuk meneliti keterpenuhan syarat formil maupun materil. Ditemukan ketidaksesuaian pada hari dan tanggal kejadian dari laporan sebelumnya.
Atas dasar itu, para Teradu melalui rapat pleno memutuskan untuk tidak meregistrasi laporan Pengadu. Meski demikian atas pertimbangan dari Bawaslu Provinsi Gorontalo, para Teradu melakukan penelusuran atas laporan yang tidak diregistrasi tersebut.
“Pengadu memperbaiki laporan, kemudian melalui rapat pleno laporan tersebut diputuskan tidak dapat diregistrasi. Tetapi kami melakukan penulusuran dan menemui sejumlah pihak yang ada di dalam bukti-bukti yg disampaikan oleh Pengadu, tidak berhenti begitu saja,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Bawaslu Provinsi Gorontalo, KPU Kabupaten Gorontalo, dan Perwakilan DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Gorontalo duduk sebagai Pihak Terkait. Sedangkan Pengadu menghadirkan lima orang saksi ke hadapan Majelis DKPP.
Sidang pemeriksaan dipimpin oleh Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo. Anggota Majelis diisi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Gorontalo antara lain Sophian Rahmola (unsur KPU) Sn Amin Abdullah (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]