Jakarta,
DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang ke dua terkait
dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Rini Rianti Andrianti, anggota Panwaslu Kota
Jakarta Utara, Rabu 24/1. Teradu diadukan dalam kapasitasnya saat menjabat sebagai
Ketua Panwascam Kecamatan Kelapa
Gading
tahun 2017 lalu. Pengadu dalam perkara ini adalah Mohammad Yusuf dan M. Sidik
Dahlan (Formaju), Hibattulah (LSM KJB) serta Dedy Junaedi (Parmusi).
Ada
tiga hal yang diadukan para Pengadu dalam sidang pertama yang digelar 20/12/2017
lalu. Pertama Teradu diduga tidak memberikan uang pulsa internet kepada 179
petugas pengawas TPS pada Pilgub DKI tahun 2017 putaran pertama, 15 Januari
2017. Kedua, Teradu diduga mengambil honor mantan staf pendukung Panwascam
Kelapa Gading yang telah mengundurkan diri pada bulan Desember 2016 melalui ATM
Bank BRI milik mantan staf pendukung Panwascam Kelapa Gading. Dan, ketiga
Teradu tidak lulus Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Anggota Panwaslu
Kabupaten/Kota se-Provinsi DKI Jakarta, nomor 532/K.JP/KP.04.01/VII/2017
tanggal 31 Juli 2017, namun tanggal 4 Oktober 2017 Teradu dilantik oleh Ketua
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Sidang
kali kedua ini dipimpin oleh anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo didampingi
anggota TPD, Betty Epsilon Idroos (ex officio KPU) dan Puadi (ex officio
Bawaslu), agendanya adalah mendengarkan keterangan saksi.
Sebelum
mendengarkan keterangan saksi, majelis memberi kesempatan pada Teradu untuk
menyampaikan jawaban atas dalil yang diadukan. “Pernyataan pengadu yang
menyatakan bahwa kami, Panwascam Kelapa Gading pada Pilkada 2017 tidak
memberikan uang voucher internet adalah sesuatu yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan,†kata Teradu.
“Kami
selaku komisioner tidak memiliki kewenangan atas keuangan dan kami tidak pernah
mengambil uang sepeser pun dari staf maupun mantan staf,†lanjutnya menjawab
aduan kedua.
Terkait
aduan ketiga, Pengadu menjawab bahwa dirinya telah mengikuti seluruh tahapan
perekrutan hingga posisi enam besar, dan pada tanggal 3 Oktober 2017 Bawaslu Provinsi
DKI menginformasikan terkait pengunduran diri salah satu kandidat terpilih dan
karena itu Teradu kemudian diundang untuk menghadiri pelantikan sebagai
komisioner Panwas Kota Jakarta Utara pada 4 Oktober 2017. Hal ini diperkuat
dari keterangan pihak terkait Bawaslu Provinsi DKI, Muhammad Juhfri.
Teradu
menghadirkan enam orang saksi yang intinya mereka membenarkan telah menerima
voucher pulsa baik secara langsung maupun dititipkan.
Sementara
terkait perbedaan nota pembelian yang berbeda dengan bukti yang diajukan oleh
pihak Pengadu, dijelaskan oleh saksi pelapor, Alim Sori. Menurut Alim Sori yang
memiliki usaha jasa setting pembuatan kaos dan topi, pada 18 Juli 2017 dia
didatangi Panwascam yang minta dibuatkan semacam proposal acuan untuk penawaran
harga. Selain itu dia juga diminta untuk membuatkan nota voucher
“Bang
tolong ditulis, kenapa harus saya yang tulis? karena kalau saya yang tulis
takutnya sama, waktu itu saya tanya tanggal berapa tanggal 12 Peb 2017 itu permintaan
beliau, saya tidak tahu kalau itu,†jelas Alim.
“Berapa
pieces? 179 pieces voucher pulsa internet kali 25 ribu total. waktu itu saya
tukang setting kan ngga punya stempel dia minta saya tapi saya ngga bisa karena
saya kan tukang setting kemudian dia nyuruh orang lain mbuatin stempel. Waktu
itu selesai mbuat, stempel dibawa sama dia,†lanjutnya.
Lebih
lanjut saksi Pengdu menjelakan bahwa pada tanggal 24 Juli ada yang datang lagi dan meminta
koreksi nota voucher. “Minta dirinci bang, kemarin kan global voucher 179
misalnya pulsa Smart Friend atau Simpati. Sudah akhirnya dibuatlah Simpati tadi. Tetep
yang sama cuma minta dirinci awalnya voucher aja secara utuh,†kata dia lagi.
“Belakangan
saudara Hibat (Hibattulah-red) datang ke saya dengan membawa fotokopi voucher
yang terdahulu. Dia bilang ini buatan bapak? ya saya akui saya belum mbuat saya
juga ngga tahu … kan yang saya tidak berwenang untuk mengajukan SPJ, yang
mengajukan SPJ kesana ya itu bukan
kewenangan saya, saya cuma tukang seting yang pertama buka kewenangan saya dan
kedua juga bukan kewenangan saya dan bentuknya itu voucher atau uang juga bukan
kewenangan saya. Saya hanya menyetingkan,†tutupnya.
Usai
mendengarkan keterangan baik dari pihak Pengadu, Teradu, saksi-saksi, pihak
terkait dan memberikan kesempatan kepada TPD untuk bertanya dan
mengkalrifikasi, sidang dengan nomor perkara 140/DKPP-PKE-VI/2017
ditutup oleh pimpinan sidang, Prof. Teguh Prasetyo [Diah Widyawati]