Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor 88-PKE-DKPP/II/2025 di Ruang Sidang DKPP Jakarta, pada Kamis (8/5/2025).
Perkara ini diadukan Septo Adinara yang memberikan kuasa kepada Deno Marlando dan Riki Susanto. Ia mengadukan Ketua KPU RI,Mochammad Afifuddin, beserta enam anggotanya, yaitu: Parsadaan Harahap, Betty Epsilon Idroos, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan Iffa Rosita (Ketua dan Anggota KPU RI).
Turut diadukan dalam perkara ini adalah Ketua KPU Provinsi Bengkulu, Rusman Sudarsono, serta empat anggotanya, yaitu: Emex Verzoni, Alpen Samsen, Dodi Hendra Supiarso, dan Sarjan Effendi.
Para teradu didalilkan telah melanggar kode etik karena menerbitkan surat dinas berkenaan dengan pengumuman status tersangka calon kepala daerah pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu Tahun 2024.
Surat dimaksud adalah Surat KPU RI Nomor 2735/PL.02.06-SD/6/2024 perihal pengumuman calon atau pasangan calon berstatus sebagai tersangka. Surat itu ditindaklanjuti KPU Provinsi Bengkulu dengan menerbitkan Surat Nomor 734/PL.02.2-SD/17/2/2024.
“Seluruh KPPS dan TPS di Provinsi Bengkulu kemudian mengumumkan secara lisan dan tertulis status tersangka Calon Gubernur Bengkulu nomor urut 2, Rohidin Mersyah,” ungkap pengadu prinsipal Septo Adinara.
Pengadu menilai kedua surat tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (4) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 jo. Bab II huruf A angka 3 huruf b Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024, dimana pengumunan hanya menyangkut calon yang berhalangan tetap atau terpidana saja.
Menurut pengadu, teradu I Mochammad Affifudin dalam konferensi pers yang digelar pada 25 November 2024, mengungkapkan bahwa peraturan tersebut tidak berlaku bagi calon dengan status sebagai tersangka atau terdakwa.
“Namun, pernyataan teradu I tersebut bertentangan dengan surat yang di terbitkan oleh KPU RI. Sehingga hal tersebut menjadi norma baru dengan mencantumkan frasa mutatis mutandis yang tidak memiliki landasan hukum apapun,” tambahnya.
Surat KPU RI maupun KPU Provinsi Bengkulu, sambung pengadu, menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan terutama bagi Calon Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, dan pasangannya.
“Perbuatan para teradu diduga syarat dengan kepentingan politik, mengingat pilkada Provinsi Bengkulu hanya diikuti dua pasangan calon. Merugikan paslon Rohidn Mersyah yang berpasangan dengan Meriani, dan menguntungkan paslon lain,”paparnya.
Jawaban Teradu
Ketua KPU RI, Mochammad Affifudin, mengungkapkan bahwa pembahasan dan penerbitan Surat KPU RI Nomor 2735/PL.02.06-SD/6/2024 dilakukan dengan penuh kehati-hatian, seksama, terbuka dan berkepastian hukum.
Menurutnya, pemilih berhak mendapatkan informasi yang benar mengenai calon atau pasangan calon yang akan dipilih, termasuk berkaitan dengan status hukum.
“Kebijakan para teradu (Ketua dan Anggota KPU RI) mengumumkan status tersangka dan terdakwa semata-mata untuk memberikan informasi secara jujur dan terbuka mengenai calon atau pasangan calon kepada pemilih,” ujarnya.
Pengumuman status tersangka tidak hanya ditujukan bagi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Bengkulu. Menurut Affifudin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan salah satu Calon Bupati Situbondo sebagai tersangka.
“Teradu memberikan arahan untuk mengumumkan status calon tersangka dan terdakwa, dilakukan dengan prinsip kehati-hatian yaitu didasarkan pada dokumen hukum resmi yang ditetapkan atau diterbitkan oleh aparat penegak hukum yang berwenang,”ungkap Afif.
Hal senada disampaikan Ketua KPU Provinsi Bengkulu, Rusman Sudarsono. Menurut Rusman, sebelum menerbitkan Surat Nomor 734/PL.02.2-SD/17/2/2024, pihaknya menerima keterangan status Calon Gubernur Rohidin Mersyah sebagai tersangka dari video konferensi pers keterangan resmi KPK dan artikel di website KPK.
“Menindaklanjuti Surat Ketua KPU Nomor 2735/PL.02.6-SD/06/2024 tersebut, KPU Provinsi Bengkulu melaksanakan rapat pleno yang memutuskan untuk menerbitkan Surat Nomor 734/PL.02.2-SD/17/2/2024,”jelasnya.
Sebagain informasi, sidang pemeriksaan ini dipimpin Ketua Majelis Heddy Lugito, dan Anggota Majelis yakni: I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dan Ratna Dewi Pettalolo. (Humas DKPP)