Jakarta, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 159-PKE-DKPP/VII/2021 di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Kamis (12/8/2021) pukul 09.00 WIB atau 10.00 WITA.
Perkara ini diadukan oleh Muhammad Kahar Arifin. Ia mengadukan dua Anggota KPU Kabupaten Maros, yaitu Mujaddid (Teradu I) dan Syaharuddin (Teradu II).
Pokok perkara yakni terkait sikap arogan Teradu I dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota KPU Kabupaten Maros dengan berkata kasar kepada Kasubbag Program dan Data KPU Kabupaten Maros, Besse Andi Baso pada 17 April 2019 menjelang pungut hitung suara Pemilihan Legislatif 2019. Hal ini hampir menyebabkan terjadinya perkelahian antara Teradu I dengan Staf Sekretariat KPU Kabupaten Maros, Firdaus. Teradu I juga diadukan karena tidak menghadiri rapat pleno lebih dari 3 kali secara berturut-turut.
Sedangkan Teradu II diadukan terkait dugaan rangkap jabatan sebagai Ketua Karang Taruna Kabupaten Maros. Teradu II pada 10 Desember 2020 telah menyampaikan hasil perolehan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Maros melalui media online sebelum pleno rekapitulasi hasil perolehan suara di tingkat Kabupaten.
Selain itu Teradu II juga diduga telah menyalahgunakan fungsi dan wewenangnya dengan mengarahkan penggunaaan jasa dalam pengadaan Jasa Riset (Riset hasil evaluasi Pilkada Maros).
Sidang ini diadakan secara virtual dengan Majelis berada di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, dan seluruh pihak berada di daerahnya masing-masing.
Jawaban Teradu
Teradu I, Mujaddid mengaku bahwa dirinya memang emosi dan marah kepada Kasubbag Program dan Data KPU Maros, Besse Andi Baso, jelang pemungutan suara Pemilu 2019. Bahkan ia menyebut dirinya membanting sebuah dokumen ke lantai.
Namun Mujaddid memiliki alasan tersendiri. Kepada majelis, ia mengungkapkan bahwa tindakannya saat itu sebagai ekspresi kekecewaan dan marah karena belum terdistribusikannya surat suara ke sejumlah kecamatan di Kabupaten Maros yang kekurangan surat suara.
“Alasannya karena Ketua KPU Kabupaten Maros belum menandatangani Berita Tanda Terima Serah Terima surat suara, padahal pengadaan dan pendistrisibusian logistik pemilu menjadi tugas Sekretariat,” ungkap Mujaddid.
Ia pun menolak disebut arogan karena sikapnya semata-mata hanya ingin memastikan proses distribusi berjalan dan masyarakat dapat menjalankan hak pilihnya.
Terkait rapat pleno, Mujaddid mengakui bahwa dirinya memang absen dalam rapat pleno hingga lebih dari tiga kali. Ia beralasan, ketidakhadirannya pada rapat pleno rutin yang tidak menghasilkan produk hukum berupa Berita Acara.
“Sedangkan pada rapat pleno yang penting, Teradu tetap menghadirinya,” ujarnya.
Masih dalam sidang, Teradu II Syaharuddin membantah tudingan rangkap jabatan. Menurut Syaharuddin, ia telah mengundurkan diri sebagai Ketua Karang Taruna Kabupaten Maros sejak 21 Januari 2018, atau saat mengikuti seleksi Anggota KPU Maros.
Namun, ia mengakui bahwa dirinya memang sempat datang ke beberapa kegiatan yang berkaitan dengan Karang Taruna dengan kapasitas mantan Ketua Karang Taruna.
Selain itu, Syaharuddin juga membantah bahwa ia telah menyalahgunakan fungsi dan wewenangnya dengan mengarahkan penggunaaan jasa dalam pengadaan Jasa Riset untuk mengevaluasi Pilkada Maros. Ia membantah mentah-mentah tudingan yang menyebut dirinya telah menerima dana awal sebesar Rp 10 juta dari Bendahara KPU.
Menurutnya, kegiatan riset ini dibayarkan 100 persen kepada pihak ketiga setelah kegiatan tersebut selesai dilaksanakan atau tanpa uang muka.
“Sedangkan kuitansi senilai Rp 10 juta itu merupakan pinjaman pribadi Teradu II kepada Bendahara KPU Maros,” tutupnya. [Humas DKPP]