Batam, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 34-PKE-DKPP/I/2021 pada Jumat (19/2/2021) pukul 14.00 WIB di Kantor Bawaslu Kota Batam.
Perkara ini diadukan oleh Fisman F. Gea. Pengadu melaporkan Ketua dan Anggota KPU Kota Batam yakni Herigen Agusti, William Seipattiratu, Jernih Millyati Siregar, Martius, dan Sastra Tamami, masing-masing sebagai Teradu I – V.
Pokok Aduan untuk Teradu I – V terkait dugaan Tindak Pidana Pemilu yang menghilangkan Hak Pilih dan data Pengadu beserta anggota keluarga Pengadu pada Formulir Model: A.3-KWK. Dugaan ini diperkuat dengan keterangan saksi selaku Petugas Pemutahiran Data Pemilih mengakui bahwa Pengadu dan anggota keluarga Pengadu telah terdaftar sebagai pemilih pada TPS nomor 023 Kelurahan Kampung Seraya Kecamatan Batu Ampar.
Bantahan Teradu I – V
Para Teradu menolak seluruh dalil dalil yang diajukan oleh Pengadu dan menyampaikan bahwa sebelumnya Pengadu tidak pernah melaporkan perkara a quo kepada KPU Kota Batam atau jajarannya secara tertulis, sehingga KPU tidak bisa merespon secara administrasi (resmi) terhadap permasalahan Pengadu dan keluarganya.
Di sisi lain, Teradu membenarkan bahwa memang Pengadu telah melaporkan kepada Bawaslu Kota Batam. Terhadap hasil klarifikasi Bawaslu Kota Batam tersebut, KPU Kota Batam dianggap telah melaksanakan penyusunan Daftar Pemilih sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku sehingga dalam hal ini KPU Kota Batam tidak diberikan surat rekomendasi dari Bawaslu Kota Batam terhadap dugaan pelanggaran Daftar Pemilih tersebut.
Dalam sidang pemeriksaan terungkap bahwa Pengadu memiliki dua alamat yang berbeda, yakni alamat sesuai KTP dan alamat faktual. “Sesuai PKPU Nomor 19 Tahun 2019, Pasal 10 Ayat (2), pendataan daftar pemilih dilakukan berdasarkan alamat yang tertera di KTP-el (de jure).
“Pengadu keliru menggunakan form, seharusnya AA-KWK tetapi yang digunakan AB-KWK. Hal mengakibatkan tidak munculnya nama Pengadu dalam DPS ataupun DPT,” jelas Teradu.
Lebih lanjut Teradu menjelaskan bahwa setiap proses DPS maupun DPT selalu diumumkan oleh PPS ditempel di RT/RW tempat TPS dan Kelurahan, yang bertujuan pemilih memberikan koreksi dan masukan jika terdapat pemilih yang tidak masuk didalam DPS maupun DPT.
“Terhadap hal ini, Pengadu tidak pernah melaporkan kepada PPS bahwa Pengadu tidak masuk didalam DPS maupun DPT untuk dikoreksi oleh KPU,” tutupnya.
Pengadu juga melaporkan Ketua dan Anggota Bawaslu Kota Batam yakni Syailendra Reza, Bosar Hasibuan, Mangihut Rajagukguk, Helmy Rachmayani, dan Nopialdi masing-masing sebagai Teradu VI – X.
Pokok perkara yang untuk Teradu VI – X yakni laporan tanggal 09 Desember 2020 Nomor 016/LP/PW/Kota/10.02/XII/2020 terkait dugaan Tindak Pidana Pemilu yang menghilangkan Hak Pilih dan data Pengadu beserta anggota keluarga pada Formulir Model: A.3-KWK. Hasil pembahasan yang dilakukan di Sentra Gakkumdu Kota Batam menyimpulkan bahwa laporan Pengadu bukan merupakan Tindak Pidana Pemilihan dan direkomendasikan oleh Bawaslu Kota Batam untuk tidak ditindaklanjuti dengan alasan tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana pemilu sesuai ketentuan perundang-undangan.
Bantahan Teradu VI – X
Terkait hilangnya hak pilih Pengadu, Teradu menjelaskan bahwa Bawaslu Kota Batam telah melaksanakan proses penanganan pelanggaran sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Saat pengadu mendatangi Kantor Bawaslu Kota Batam untuk membuat laporan terkait dengan hilangnya hak pilih, Pengadu disambut baik oleh petugas penerima laporan yang kemudian laporan di tuangkan kedalam Formulir Model A.1 serta tanda bukti penyampaian yang tertuang dalam Formulir Model A.3.
Pada hari Rabu tanggal 9 Desember 2020 pukul 19.27 WIB pengadu mendatangi Kantor Bawaslu Kota Batam untuk membuat laporan terkait dengan hilangnya hak pilih pengadu dan disambut baik oleh petugas penerima laporan yang kemudian laporan di tuangkan kedalam Formulir Model A.1 serta tanda bukti penyampaian yang tertuang dalam Formulir Model A.3;
“Jum’at 11 Desember 2020 kami melakukan Pleno keterpenuhan syarat formil dan materil laporan. Hasil laporan kajian awal diregister dan dilakukan pembahasan pertama di Sentra Gakkumdu Kota Batam. Selanjutnya kami melakukan klarifikasi kepada Pelapor, Saksi dan Terlapor. Klarifikasi tersebut selesai pada Sabtu 12 Desember 2020 dan tertuang dalam keterangan/klarifikasi di bawah sumpah/janji yang tertuang dalam Formulir model A.8 pada 14 Desember 2020,” jelas Teradu I, Syailendra Reza.
Menindaklanjuti hasil rapat pembahasan pertama, Rabu 16 Desember 2020 para Teradu melakukan Pleno berdasarkan hasil klarifikasi yang dilakukan terhadap Pelapor, Saksi dan Kajian Dugaan Pelanggaran diteruskan kepada penyidik kepolisian dan selanjutnya melakukan rapat pembahasan kedua Sentra Gakkumdu Kota Batam.
“Di hari yang sama dilakukan rapat pembahasan kedua di Sentra Gakkumdu Kota Batam. Hasil Pembahasan adalah laporan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak memenuhi unsur-unsur pasal 178 Undang-Undang Nomor 10 Tahun. Kami kemudian menerbitkan status laporan,” lanjutnya.
Dalam keterangannya para Teradu mengaku telah melakukan penelusuran melalui Panwascam di Kampung Seraya, hasilnya terkait nama-nama yang terdapat dialamat tersebut memang warga setempat akan tetapi alamatnya tidak ada di Blok D 21, 23, 26, 27, dan 28, karena Blok D di perumahan Palm Hill hanya sampai Blok D 19.
Sidang dipimpin Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm dengan Anggota Majelis Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Kepulauan Riau yakni Parlindungan Sihombing, S.Sos. (unsur KPU), Indrawan Susilo Prabowoadi, SH., MH (unsur Bawaslu), dan Dr.Sumianti, S.Sos., MM (unsur Masyarakat). [Humas DKPP]