Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 129-PKE-DKPP/XI/2023 di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, pada Senin (20/11/2023).
Dalam perkara ini, DKPP memeriksa delapan penyelenggara pemilu. Antara lain Yenni Mairida, Ronaldi Ardian, dan Fitra Rovi (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Indragiri Hulu) sebagai Teradu I sampai III.
Teradu IV sampai VII adalah Dedi Risanto, M. Lukman Said, Said M. Affandi, dan Salestia Deni (Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Indragiri Hulu). Sedangkan Teradu VIII adalah Anggota Bawaslu RI Herwyn J.H. Malonda.
Delapan penyelenggara pemilu ini diadukan oleh Jasriadi yang memberikan kuasa kepada Djudju Purwantoro, dkk. Pengadu adalah bakal calon anggota DPRD Kabupaten Indragiri Hulu dari Partai Garuda sekaligus eks terpidana dengan vonis dua tahun penjara terkait pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kuasa Pengadu menilai Teradu I sampai III telah keliru dalam menafsirkan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 sehingga Pengadu didiskualifikasi sebagai bakal calon atau tidak memenuhi syarat (TMS) untuk pemilu tahun 2024.
“Kasus yang dialami Pengadu berhubungan dengan politik sehingga tidak harus menunggu masa jeda lima tahun. Tetapi menurut KPU berdasarkan PKPU tersebut semua terpidana dan mantan terpidana yang ancamannya di atas lima tahun, harus menunggu masa jeda lima tahun,” kata Kuasa Pengadu.
Kuasa Pengadu menambahkan, Pengadu tidak perlu menunggu masa jeda lima tahun karena kasusnya berkaitan dengan perbedaan pandangan politik dengan pemerintahan. Hal tersebut sesuai dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 11 Ayat 1 Huruf g.
“Teradu I sampai III telah mengeneralisir PKPU tersebut dimana terpidana dan mantan terpidana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun seperti Pengadu yang tersandung UU ITE harus menunggu lima tahun,” tegasnya.
Persoalan tersebut dibawa Pengadu ke Bawaslu Kabupaten Indragiri Hulu. Dalam mediasi yang difasilitasi Teradu IV sampai VII, Teradu I sampai III tetap dengan keputusannya bahwa Pengadu tidak memenuhi syarat (TMS) sehingga dilanjutkan melalui sidang ajudikasi.
Menurut Kuasa Pengadu, Teradu IV sampai VII tidak sama sekali tidak mempertimbangkan dalil serta keterangan saksi ahli yang dihadirkan Pengadu. Hingga eksepsi dan seluruh permohonan Pengadu ditolak oleh Bawaslu Kabupaten Indragiri Hulu.
Tidak berhenti begitu saja, Pengadu mengajukan koreksi banding ke Bawaslu RI (Teradu VIII) atas putusan yang dikeluarkan oleh Teradu IV dan VII. Namun Bawaslu RI membalas surat permohonan Pengadu yang isinya permohonan selayaknya ditolak.
“Teradu VIII tidak profesional dan normatif dalam membalas surat Pengadu perihal permohonan koreksi atas putusan penyelesaian sengketa oleh Bawaslu Kabupaten Indragiri Hulu,” tegasnya.
Para Teradu membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan Pengadu dan kuasanya. Teradu I menegaskan pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota telah sesuai dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
Teradu I mengungkapkan telah membaca dengan seksama salinan putusan Pengadilan Tinggi Riau terkait vonis Pengadu. Menurutnya, Pengadu terbukti melanggar UU ITE dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun.
“Teradu I sampai III secara seksama membaca salinan putusan atas nama Pengadu,” ungkap Teradu I. Ketiganya semakin yakin memutuskan TMS bagi Pengadu setelah mendapat salinan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Sementara itu, Teradu II membantah pihaknya keliru dan ceroboh dalam menjalankan tugas teknis kepemiluan seperti tertukarnya lampiran hasil verifikasi administrasi perbaikan dokumen bagi bakal calon anggota DPRD.
“Itu adalah kesalahan teknis yang dilakukan oleh operator dalam memberikan lampiran dari Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi Partai Garuda,” pungkasnya.
Bantahan serupa juga disampaikan oleh Teradu IV. Bawaslu Kabupaten Indragiri Hulu telah memanggil para pihak yakni Teradu I sampai III dan Pengadu untuk dilakukan mediasi terkait status TMS Pengadu sebagai bakal calon anggota DPRD.
Dalam ajudikasi, Teradu IV sampai VIII memeriksa, mengkaji, dan mempertimbangkan dalil pemohon serta memutuskan perbuatan Pengadu bukan melakukan tindak pidana politik, melainkan tindak pidana khusus berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi.
“Kami tidak dapat mempertimbangkan terhadap keterangan ahli yang didasarkan atas dugaan tanpa disertai bukti, dasar hukum yang jelas, serta pertimbangan majelis adjudikasi dalam proses penyelesaian sengketa tidak dapat didasarkan pada berita di media sosial,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP perkara nomor 129-PKE-DKPP/XI/2023 ini dipimpin oleh Ratna Dewi Pettalolo sebagai Ketua Majelis. Bertindak sebagai Anggota Majelis adalah I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. [Humas DKPP]