Jakarta, DKPP – Jumlah pengaduan yang diterima Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelecehan atau kekerasan seksual yang dilakukan atau menimpa penyelenggara pemilu terus meningkat.
Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm, APU mengatakan jumlah pengaduan terkait kekerasan atau pelecehan seksual ke DKPP sebanyak dua persen dari total pengaduan sepanjang tahun 2021.
Fakta tersebut disampaikan Alfitra Salamm dalam Bedah Buku ‘Setitik Noda Pemilu Indonesia’ dalam acara Penyampaian Laporan Kinerja (Lapkin) DKPP Tahun 2021 di Hotel Grand Mercure Harmoni Jakarta, Kamis (16/12/2021).
“Pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu sudah sangat serius. Ini masalah yang serius, yang tidak dilaporkan saya tidak tahu, tetapi ini yang diadukan ke DKPP,” ungkap Alfitra Salamm.
Menurut dia, kekerasan atau pelecehan seksual di lingkungan penyelenggaraan pemilu terjadi karena ada relasi kuasa yang melibatkan atasan dengan bawahan, komisioner dengan staf, dan lainnya.
Meski demikian, Alfitra mengatakan tidak semua aduan terkait kekerasan atau pelecehan seksual diterima DKPP. Pasalnya tidak sedikit aduan sama sekali tidak berkaitan dengan kode etik penyelenggara pemilu.
Terkait dengan meningkatnya aduan pelecehan atau kekerasan seksual oleh penyelenggara pemilu, Alfitra mengusulkan perlu dibuat peraturan baru berupa pencegahan di lingkungan penyelenggaraan pemilu.
“Perlu adanya peraturan di lingkungan penyelenggara pemilu untuk mencegah kekerasan dan pelecehan seksual. Seperti Permendikbud yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset terkait kekerasan seksual di lingkungan kampus,” pungkasnya.
Pegiat pemilu, Jojo Rohi mengapresiasi buku Sititik Noda Pemilu Indonesia yang ditulis oleh Alfitra Salamm. Menurutnya, buku ini mengungkap sisi gelap penyelenggara pemilu yang melakukan kekerasan atau pelecehan seksual.
“Buku ini sangat berani, sebuat terobosan mengungkap sisi gelap penyelenggara pemilu di Indonesia,” pungkasnya. (Humas DKPP)