Pasangkayu, DKPP – Mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap proses dan penyelenggara Pemilu merupakan salah satu tujuan dijatuhkannya sanksi DKPP kepada penyelenggara yang terbukti melanggar kode etik.
Demikian disampaikan Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo ketika menanggapi pertanyaan terkait sanksi DKPP dari salah satu peserta kegiatan Fasilitasi dan Pembinaan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Pasangkayu.
Sanksi DKPP berbeda dengan sanksi pidana. Menurut Ratna Dewi Pettalolo, salah satu tujuan sanksi pidana dalam membuat efek jera sehingga mengulang melakukan kesalahan.
“Sanksi DKPP bertujuan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada proses maupun penyelenggara Pemilu, berbeda dengan tujuan sanksi pidana yaitu membuat efek jera,” ungkap Ratna Dewi Pettalolo, Selasa (31/10/2023).
Sejumlah penyelenggara Pemilu yang pernah disanksi oleh DKPP, peringatan maupun peringatan keras, diketahui terpilih kembali dalam seleksi calon Anggota KPU maupun Bawaslu Kabupaten/Kota belum lama ini.
Perempuan asal Kota Palu ini menambahkan hal tersebut disebabkan lemahnya undang-undang yang tidak menyertakan sanksi DKPP sebagai salah satu syarat untuk menjadi penyelenggara Pemilu.
“Kalau sanksi pidana ada masa jeda lima tahun, tetapi kalau sanksi etik tidak dibunyikan dalam undang-undang. Persoalan tersebut juga menjadi diskusi kami di DKPP,” sambungnya.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Tadulako ini juga menyayangkan KPU dan Bawaslu yang tidak mempertimbangkan sanksi DKPP saat melakukan seleksi calon Anggota Bawaslu dan KPU Kabupaten/Kota.
Hal tersebut ditegaskan Ratna Dewi, akan berimbas kepada kepercayaan masyarakat terhadap KPU maupun Bawaslu.
“Kalau kami menilai sebenarnya KPU dan Bawaslu sudah mencederai lembaganya sendiri, ini juga berpotensi KPU dan Bawaslu tidak dipercaya oleh masyarakat,” pungkasnya. (Humas DKPP)