Jambi, DKPP – Ketua Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Jimly Asshiddiqie memberikan kuliah umum di
Fakultas Hukum Universitas Jambi di ruang Senat Lantai 3 Rektorat Kampus Universitas
Jambi
Rabu (13/5).
“Saya sendiri
sangat menaruh perhatian mengenai pentingnya sistem etika berbangsa dan
bernegara ini untuk kita kembangkan di Indonesia yang mayoritas warganya sangat
mengidealkan kehidupan yang berakhlak mulia,†kata Prof. Jimly mengawali
paparannya.
“Sejak tahun 1990-an, terutama setelah
saya mendapat kesempatan berkunjung ke “Ethics Commission†Senat Amerika
Serikat dan berkenalan dengan sistem infra-struktur etika pemerintahan (Ethics
in Public Offices) di Amerika Serikat, saya pun ikut aktif mempromosikan pengembangan
sistem etika ini di Indonesia, termasuk melalui ide pembentukan Badan
Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat yang
sekarang berdasarkan UU MD3 diubah menjadi Mahkamah Kehormatan (MKD), dan Komisi Yudisial di Indonesia,†lanjut dia.
Menurut Prof. Jimly di Amerika Serikat
sendiri, sarjana yang menaruh perhatian serius mengenai soal etika konstitusi
tersebut di atas barulah Prof. Keith E. Whittington yang menulis artikel pendek
di tahun 2000 dengan
judul “On the Need for a Theory of Constitutional Ethicsâ€.
Lebih lanjut oleh
Guru Besar Hukum tata Negara Universitas Indonesia ini menjelaskan di Indonesia Pancasila dan UUD
1945 dipahami sebagai satu kesatuan roh dan jasad yang di dalamnya memuat
kandungan norma hukum dan etika sekaligus. Karena Pancasila dan UUD 1945 adalah
sumber hukum konstitusi (constitutional law) dan sekaligus sumber etika
konstitusi (constitutional ethics). Dengan konsepsi Pancasila yang
demikian, maka segala kehendak dan keinginan politik yang tidak sejalan dengan
nilai-nilai Pancasila seperti “nafsu politik segelintir elit†yang tidak
membawa kebaikan bersama akan bisa dicegah.
“Kita perlu membangun kesadaran
intelektual dan mentradisikan pemahaman ilmiah kepada kelompok elit untuk
terwujudnya kemajuan bangsa dengan mendasarkan pemahaman pada Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila harus menjadi dan dijadikan prinsip-prinsip dasar dan
norma atau kaedah-kaedah operasional dalam pengelolaan kebijakan berbangsa dan
bernegara, baik dalam ranah hukum maupun etika,†tambahnya.
Ketua pertama Mahkamah Konstitusi
(2003-2008) ini juga menjelaskan, praktik kehidupan
bernegara pada prinsip-prinsip fundamental dalam nilai-nilai Pancasila
tercermin dari adanya suatu pemahaman dan penalaran intelektual setiap pejabat
negara untuk menerapkannya.
Prinsip-prinsip Pancasila tercermin
dalam lima dasar Sila Pancasila itu sendiri yang kemudian dikembangkan secara
nalar intelektual pada tataran praktik yakni: Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
yang mengidealkan semua anak bangsa ber-Tuhan Yang Maha Esa dan beragama agar
perilakunya masing-masing dapat tumbuh dan berkualitas dalam bimbingan keberagamaan
yang fungsional dan membekas dalam perilaku sehari-hari dalam kehidupan
bersama; Prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab yang menggambarkan dan
sekaligus mendorong agar semua orang saling memanusiakan antar sesama secara
adil dan beradab; Prinsip Persatuan Indonesia yang didasarkan atas kesadaran
akan realitas keanekaragaman dalam peri kehidupan bersama dan yang didalamnya
mengajarkan kita untuk senantiasa hidup rukun, toleran, saling menjaga, dan saling
memperkuat satu sama lain; Sila Keempat memuat prinsip kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang didalamnya
baik secara eksplisit maupun implisit mengajarkan kita untuk bersikap terbuka,
yang mengakui keberadaan setiap warga sebagai penentu utama bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara, dan mengedepankan semangat musyawarah untuk mufakat
dalam menyelesaikan semua urusan semata-mata untuk kepentingan bersama,
sehingga jarak antara orang yang berkuasa dengan rakyat biasa dapat terasa
dekat; dan Sila Kelima mengandung makna Prinsip Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
yang mengidealkan sikap jujur, membela kebenaran dan keadilan, sikap saling
tolong menolong, bahu-membahu yang memunculkan sikap gotong royong antar
sesama, sehingga keadilan dapat terwujud dalam struktur kehidupan bersama,
dimana jarak antara yang kaya dan miskin tidak terlalu terlalu jauh dan timpang.
[Rahman Yasin]