Medan, DKPP – Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu tak pandang bulu dan tak melihat apakah pelanggar itu merupakan sudah lama berstatus sebagai penyelenggara pemilu atau baru saja menyandang status penyelenggara pemilu.
“Semua penyelenggara pemilu itu berpotensi melanggar kode etik,” kata Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm ketika memberikan materi dalam kegiatan Bimbingan Teknis Tim Pemeriksa Daerah (Bimtek TPD) DKPP Regional I di Hotel Emerald Garden, Kota Medan, Jumat (16/10/2020), pukul 08.00 WIB.
Dalam kesempatan ini, Alfitra memberikan materi Prinsip-prinsip Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu kepada para peserta Bimtek TPD Regional I.
Menurutnya, orang yang sudah bertahun-tahun menjadi penyelenggara pemilu memang memiliki pengalaman dan kematangan tersendiri. Namun dalam banyak perkara yang disidangkan DKPP, ternyata tidak sedikit yang dinyatakan terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
“Problematika etika secara nasional adalah lama kerja dan kelihaian dalam bekerja tidak menentukan. Kejujuran juga tidak bisa dilihat dari ucapan atau gesture tubuh. Semua orang berpotensi melakukan pelanggaran,” terang Alfitra.
“Selama delapan tahun keberadaan DKPP, bimtek sudah dilakukan tetapi pelanggaran masih terjadi di semua level, bukan hanya level Kabupaten yang dominan,” imbuh Alfitra.
Dalam kesempatan ini, Alfitra juga mengimbau para peserta untuk berperan aktif dalam mensosialisasikan pemilu yang berintegritas di daerahnya masing-masing.
Sementara itu, di ruangan yang berbeda, Anggota DKPP lainnya, Dr. Ida Budhiati mengatakan, jika setiap penyelenggara pemilu memahami desain penyelenggaraan pemilu, maka tidak akan ada penyimpangan terhadap asas-asas pemilu.
“Karena kontrol penegakan pemilu sangat ketat,” ucapnya.
Kepada para peserta Bimtek, Ida menerangkan bahwa DKPP tidak hanya menilai netralitas penyelenggara pemilu, melainkan juga kinerja dan profesionalitasnya.
Menurutnya, aspek empiris saja tidak cukup untuk menjadi penyelenggara pemilu karena juga harus ditopang keilmuan dan keahlian.
Sebab, perilaku, sikap, tindakan dan kebijakan dari penyelenggara pemilu yang melanggar prinsip profesionalitas nantinya dapat berpotensi melanggar hak-hak konstitusional dan prinsip-prinsip administrasi tata kelola pemilu yang lebih baik.
“Jadi sekali lagi, menjadi penyelengara pemilu itu tidak mudah. Jadi penyelenggara pemilu itu harus memahami positioning kelembagaan penyelenggara pemilu kita hari ini,” terang Ida.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa DKPP tidak sendirian dalam menyusun kode etik penyelenggara pemilu. Menurutnya, DKPP selalu melibatkan KPU dan Bawaslu guna menyinergikan kode etik dengan rambu-rambu yang dipakai oleh kedua lembaga tersebut.
“Ini bukan norma norma yang tiba-tiba turun dari khayangan, jadi seharusnya penyelenggara pemilu sudah sadar karena norma ini merupakan kesadaran kolektif untuk menyelenggaraan pemilu yang jujur, akuntabel, profesional, dsb,” tegas Anggota KPU RI periode 2012-2017 ini.
“Saya berharap agar TPD dari unsur KPU, Bawaslu dan Masyarakat memiliki sudut pandang yang sama ketika merekomendasikan putusan kepada DKPP,” tutup Ida. [Humas DKPP]