Jakarta, DKPP – Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu menjatuhkan sanksi berupa peringatan terhadap
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno. Putusan disebut disampaikan dalam sidang dengan
agenda pembacaan 9 Putusan di Ruang Sidang DKPP, Jalan MH Thamrin No. 14 pada
Jumat (7/4) pukul 14.00 WIB.
Selaku ketua majelis Jimly
Asshiddiqie, dan anggota majelis Nur Hidayat Sardini, Saut H Sirait, Ida Budhiati, Valina
Singka Subekti, Anna Erliyana. Pengadu, Adhel Setiawan dari Sekjen Forum
Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Yuliana Zahara Mega dari Perkumpulan
Cinta Ahok, Munathsir Mustaman, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). Sementara
Teradu, selain Sumarno Teradu I yang juga ketua KPU DKI Jakarta, Anggota KPU
DKI Jakarta Dahliah Umar selaku Teradu II, dan Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah
Susanti, Teradu III.
Sanksi terhadap Sumarno terkait
dengan pengaduan dari Perkumpulan Cinta Ahok (Perkumpulan Cinhok). Perkumpulan
Cinhok mendalilkan bahwa Teradu I
sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah diduga memberikan perlakuan yang
berbeda kepada masing-masing pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Pada
tanggal 4 Maret 2017 Teradu I menelantarkan pasangan Calon Gubernur
dan Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 dengan tidak memberikan keterangan
atau kepastian kapan rapat pleno penetapan pasangan calon akan dimulai di
Hotel Borobudur. Pada saat bersamaan Teradu I malah makan
malam bersama dengan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nomor Urut
3 di ruangan yang berbeda.
Dalam pertimbangan putusan yang
dibacakan oleh Nur Hidayat Sardini, menjelaskan, DKPP berpendapat Teradu I
beserta jajaran seyogianya memperbaiki pola kinerja dan cara komunikasi. Bahwa
akibat peristiwa Borobudur, yang tersiar secara luas bukan hanya di Indonesia
tapi juga ke berbagai belahan dunia, telah menimbulkan damaging process
of trust, mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan penyelenggara
pemilu di Indonesia. “DKPP berpendapat Teradu I terbukti melanggar kode
etik Penyelenggara Pemilihan Umum pasal 10 huruf b tentang memperlakukan secara
sama setiap calon, peserta Pemilu, calon pemilih, dan pihak lain yang terlibat
dalam proses Pemilu; dan Pasal 15 huruf a perihal menjamin kualitas pelayanan
kepada pemilih dan peserta sesuai dengan standar profesional administrasi
penyelenggaraan Pemilu,†katanya.
Sumarno juga diadukan terkait dengan
pemasangan profile picture demo 212 di Whatsappnya, pertemuan
dengan Anies Baswedan saat PSU di Kalibata, bersama anggota KPU DKI
Jakarta serta Ketua Bawaslu DKI Jakarta menerima honor usai menjadi pemateri
dalam acara sosialisasi di salah satu paslon. Terhadap dalil-dalil pengaduan
tersebut, DKPP menyatakan tidak melanggar kode etik. Hanya saja memberikan catatan kepada Teradu I
untuk lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara
pemilu.
Ada pun terkait dengan honor, mengacu
pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.02/2016, honor bagi eselon 2
maksimal 1 juta rupiah (per orang/jam) dan ketentuan pasal 9 huruf g Kode Etik
Penyenggara Pemilu mengatur honor yang diterima para Teradu masih dalam batas
kebolehan. Penerimaan honorarium dari pasangan calon bagi penyelenggara pemilu
memang tidak dilarang. Namun dalam tindakan etis tidak hanya sekadar
berkutat pada larangan atau tidak dilarang (sense of ethics). “Di
masa yang akan datang, idealnya, Penyelenggara Pemilu tidak diperkenankan
menerima honor atau bayaran dari paslon/partai di luar tunjangan resmi dan
perlu untuk diatur secara resmi dalam peraturan per undang-undangan,â€
jelas dia.
Sikap kehatian-hatian pun mesti
ditingkatkan kepada Teradu Dahliah Umar dan Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah
Susanti. Teradu II dan III tidak terbukti melanggar Kode Etik
Penyelenggara Pemilu, namun perlu meningkatkan kehati-hatian dan
profesionalisme di masa yang akan datang. “DKPP merehabilitasi Teradu II Dahliah Umar
selaku Anggota KPU Provinsi DKI Jakarta dan Teradu III Mimah Susanti selaku
Ketua merangkap Anggota Bawaslu Provinsi DKI jakarta,†pungkas Nur Hidayat
yang juga dosen di FISIP Undip itu. [teten jamaludin]