Aceh, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 17-PKE-DKPP/III/2022 di Kantor Panwaslih Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh, Senin (18/4/2022)
Perkara ini diadukan oleh Heri Saputra. Dia mengadukan Nurmi, Sofyan, Yusri, Faisal, dan Eni Yuliana (Ketua dan Anggota KIP Kabupaten Aceh Timur) selaku Teradu I – V. Pengadu juga melaporkan Sunanda (Kepala Sekretariat KIP Kabupaten Aceh Timur) sebagai Teradu VI.
Dalam pokok aduannya, Heri mendalilkan Teradu I – V tidak profesional karena memberhentikan Pengadu tanpa alasan yang jelas. Sedangkan Teradu VI didalilkan tidak membayar gaji Heri secara penuh.
Teradu I yang diduga tidak profesional karena menandatangani Surat Keputusan (SK) pengangkatan Tenaga Admin Sidalih pada Komisi Pemilihan Independen (KIP) Kabupaten Aceh Timur. Menurut Pengadu,SK tersebut seharusnya ditandatangani oleh Kepala Sekretariat KIP Kabupaten Aceh Timur.
Menurut Heri, dirinya tidak pernah dimintai klarifikasi (jika ada dugaan kesalahan) dan pemberitahuan alasan pergantian dirinya, baik oleh Teradu I maupun VI.
“Bahkan Teradu I sempat mengatakan, saya tidak mau melihat muka dia (Pengadu) lagi” jelas Heri.
Selain itu, ia tidak mendapatkan gaji yang sesuai dari kantor yang selama ini dia bekerja. Pengadu dibayar tidak secara penuh.
“Awalnya saya kira memang Rp. 950.000. Tapi setelah saya tahu dalam anggaran selama sebulan itu Rp. 3.850.000, saya hanya mendapatkan Rp. 950.000” tutur Heri.
Jawaban Teradu
Teradu I, Nurmi membantah dalil yang menyebutkan dirinya sudah melakukan pemecatan terhadap Pengadu. Sebagaimana tercantum dalam undangan rapat pleno dan berita acara pleno tidak ada pemecatan melainkan pergantian.
“Tidak benar Teradu I sampai V melakukan pemecatan, yang benar adalah melakukan pergantian tenaga pendukung pemutakhiran data pemilih” tutur Nurmi.
Alasan pergantian tersebut karena Pengadu selaku admin dan operator Sidalih tidak menginformasikan hasil kerjanya kepada Ketua Divisi Data, sehingga menimbulkan persoalan dalam Rakor Data Pemilih Berkelanjutan (DPB).
“Pengadu tidak serius dan tidak berhati-hati dalam mengerjakan DPB, sehingga menimbulkan polemik dan menjadi komoditas politik di Kabupaten Aceh Timur” tegas Nurmi.
Nurmi juga membantah arugementasi Pengadu mengenai penandatanganan SK pengangkatan Admin Sidalih itu menurutnya tidak berdasar, karena tidak menyebutkan peraturan perundang-undangan apa yang menjadi dasar argumentasi.
“Kami para Teradu menganggap argumentasi atau pernyataan Pengadu itu keliru dan tidak berdasar” menurut Ketua KIP Kabupaten Aceh Timur ini.
Sementara itu, Teradu VI menjelaskan Pengadu tidak dibayarkan honorarium sebesar Rp. 3.800.000 sebagaimana yang tercantum di RKA karena kebutuhan organsisasi, dan hasil diskusi juga dengan komisioner. Ini untuk kebutuhan operator Sidalih, diambil kebijkan dua operator untuk mempercepat proses pemutakhiran DPB.
“Pengadu mengetahui pasti revisi anggaran tersebut dengan bukti menerima honorarium Rp.950.000 per bulan, selama enam bulan dan tidak pernah mempertanyakan kepada sekretariat,” tegas Teradu VI.
Sidang ini dipimpin oleh Prof. Muhammad selaku Ketua Majelis yang didampingi oleh Kurniawan (TPD unsur Masyarakat), Munawarsyah (TPD unsur KIP), dan Marini (TPD unsur KIP) [Humas DKPP]