Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) merehabilitasi nama baik Ketua dan Anggota KPU
Bandung Barat. Mereka adalah Iing Nurdin, Ai Wildani Sri Aidah, dan
Beben Fathurokhman masing-masing selaku Teradu I, Teradu II dan Teradu
III. Pemulihan nama baik itu disampaikan saat sidang dengan agenda pembacaan
Putusan, Jumat (23/05)
Selaku ketua majelis Jimly
Asshiddiqie dan anggota majelis Nur Hidayat Sardini, Nelson Simanjuntak, Saut H
Sirait, Anna Erliyana dan Valina Singka Subekti. Pengadu I, Asep Hendra
Maulana, fungsionaris DPD Partai Demokrat Jawa Barat, Pengadu II, Joko Suryono,
Ketua DPD PAN Kab. Bandung Barat, Pengadu III, Ryadi Sigit Pramono, ketua DPC
Hanura Kab. Bandung Barat, Pengadu IV Pamriadi, kader PDI Perjuangan, Pengadu V
Yakob Anwar Lewi, kader Partai Nasdem, Pengadu VI Tuti Turimayanti, wakil ketua
DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bandung Barat.
“DKPP memerintahkan KPU
Provinsi Jawa Barat untuk melaksanakan Putusan ini dan DKPP memerintahkan Badan
Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan
Putusan ini,†kata Anna Erliyana saat membacakan Putusan.
Dalam pertimbangannya Putusan Anna
menjelaskan, pengaduan Pengadu pada pokoknya mendalilkan bahwa perbuatan Teradu telah
melanggar kode etik penyelenggara pemilu terkait penggelembungan suara di
Kabupaten Bandung Barat dan rekomendasi Panwaslu yang tidak ditindaklanjuti,
baik yang tertulis maupun pada saat rekapitulasi penghitungan suara di
Kabupaten Bandung Barat. Para Teradu merubah jumlah daftar pemilih tetap
dan jumlah suara tidak sah hasil pleno KPU Kabupaten Bandung Barat dengan
Jumlah daftar pemilih tetap dan jumlah suara tidak sah yang diserahkan KPU
Kabupaten Bandung Barat ketika pleno KPU Provinsi Jawa Barat. “Pengadu
menemukan C-1 hologram di luar kotak suara hampir di setiap
kecamatan,†katanya.
Menimbang keterangan Teradu yang
menolak seluruh dalil Pengadu atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilu. Rekomendasi tertulis Panwaslu telah dikaji keabsahannya dan para Teradu
berkesimpulan rekomendasi tersebut diragukan legalitasnya. Di samping surat
rekomendasi tersebut tidak teregistrasi dalam administrasi surat masuk KPU Kab.
Bandung Barat, isi rekomendasi mengandung kesalahan seperti misalnya tertulis
Gerindra yang seharusnya Hanura. Untuk lebih menyakinkan dugaan tersebut para
Teradu melakukan koordinasi dengan Panwaslu Kab. Bandung Barat. Panwaslu
memberi jawaban akan melakukan konsultasi dengan Bawaslu Provinsi
Jawa Barat. Berhubung jawaban tidak kunjung tiba para Teradu melayangkan surat
untuk memperoleh jawaban yang pasti. Namun hingga saat sidang ini digelar
jawaban Panwaslu Kab. Bandung Barat tidak jua diperoleh para Teradu.
Hal itu menyebabkan para Teradu tidak dapat menindak lanjuti rekomendasi
tertulis . Terkait rekomendasi lisan pada rekapitulasi, sama sekali tidak ada.
“Pengadu sesungguhnya tidak memiliki legalitas dalam rapat pleno rekapitulasi.
Justru rekomendasi datang dari Bawaslu Provinsi Jawa Barat bukan dari Panwaslu
Kab. Bandung Barat. Para Teradu langsung menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
Hasil validasi yang dilakukan membuktikan bahwa dari 17 pengaduan, terdapat 13
tidak terbukti, sedangkan 4 terbukti dan dilakukan koreksi hasil perolehan
suara,†katanya.
Berdasarkan keterangan para pihak,
terkait, bukti dan dokumen yang disampaikan dalam sidang pemeriksaan DKPP
berpendapat bahwa para teradu telah melakukan upaya yang maksimal dalam
pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya. Dengan demikian seluruh dalil Pengadu
tidak terbukti dan para Teradu terbukti tidak melakukan pelanggaran kode etik
penyelenggara pemilu.
“Menimbang terkait dalil Pengadu
selebihnya yang tidak ditanggapi dalam Putusan ini, menurut DKPP dalil Pengadu
tersebut tidak menyakinkan DKPP bahwa perbuatan tersebut merupakan bentuk
pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang menjadi kewenangan DKPP. Dalil
Pengadu tidak beralasan menurut ketentuan Kode Etik Penyelenggara Pemilu,â€
tutup Anna. (rilis DKPP)