Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Staf Pegawai Non Pegawai Negeri (PPNPN) Bawaslu Kabupaten Nias Selatan, Fredikus Famalua Sarumaha, dalam sidang pembacaan putusan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Gedung DKPP, Jakarta, pada Rabu (13/4/2022).
“Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu III Fredikus Famalua Sarumaha selaku Staf PPNPN Bawaslu Kabupaten Nias Selatan terhitung sejak Putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis, Dr. Alfitra Salamm membacakan amar putusan.
Fredikus berstatus sebagai Teradu III dalam perkara nomor 14-PKE-DKPP/III/2022 yang diadukan oleh Suaizisiwa Duha.
Dalam pertimbangan putusan, DKPP menilai Fredikus terbukti tidak profesional serta mencederai kredibilitas dan kehormatan lembaga Bawaslu Kabupaten Nias Selatan atas beberapa pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Pertama, Fredikus yang merupakan adik kandung Anggota Bawaslu Kabupaten Nias Selatan, Pilipus Famazokhi Saramuha (berstatus sebagai Teradu I dalam perkara ini), pernah mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Nias Selatan, Harapan Bawaulu kepada DKPP dengan perkara nomor 137-PKE-DKPP/V/2021.
Selain itu, ia juga pernah mengadukan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Nias Selatan dengan perkara nomor 148-PKE-DKPP/V/2021.
Dalam sidang pemeriksaan yang diadakan pada 28 Maret 2022, terungkap bahwa Fredikus melampirkan alat bukti yang merupakan rahasia milik Bawaslu Kabupaten Nias Selatan untuk pengaduan dua perkara tersebut.
“DKPP berpendapat tindakan Teradu III menggunakan dokumen yang bersifat rahasia tanpa menempuh prosedur PPID Bawaslu Kabupaten Nias Selatan tidak dibenarkan menurut hukum dan etika penyelenggara pemilu,” kata Anggota Majelis, Dr. Ida Budhiati saat membacakan pertimbangan putusan.
Selain itu, Fredikus juga terbukti terlibat perselisihan dan pertengkaran dengan aparat Satlantas Polres Nias Selatan saat masih mengenakan seragam kantor pada 11 Maret 2020. Akibat kejadian ini, aparat tersebut mengalami luka-luka dan melapor ke Polres Kabupaten Nias Selatan sehingga Fredikus sempat menjadi tahanan kepolisian.
Meskipun telah berdamai, DKPP berpendapat tindakan Fredikus tidak dibenarkan menurut hukum dan etika penyelenggara pemilu. Menurut Ida, Fredikus seharusnya memiliki kepekaan etis untuk menghindarkan diri dari tindak kekerasan.
“Teradu III seharusnya lebih berhati-hati dalam bersikap di ruang publik demi menjaga integritas, profesionalitas, maupun kredibilitas lembaga Penyelenggara Pemilu,” jelas Ida.
Fredikus pun dinilai telah terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat 2 huruf d juncto Pasal 6 ayat 3 huruf a, huruf c, huruf i juncto Pasal 11 huruf a, huruf b, dan huruf c juncto Pasal 12 huruf a juncto Pasal 14 huruf d juncto Pasal 15 huruf a, huruf b, huruf g dan huruf h juncto Pasal 16 huruf e Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Selain Fredikus, terdapat tiga Teradu lain dalam perkara ini, yaitu dua Anggota Bawaslu Kabupaten Nias Selatan, Pilipus Famazokhi Sarumaha (Teradu I) dan Alimawati Hulu (Teradu II), serta Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, Syafrida (Teradu IV).
DKPP memberikan sanksi Peringatan Keras kepada Pilipus dan Alimawati karena terbukti tidak profesional saat memberikan sanksi Peringatan Tertulis kepada KPU Kabupaten Nias Selatan.
Dalam sidang pemeriksaan, terungkap bahwa Pilipus dan Alimawati memberikan sanksi Peringatan Tertulis kepada KPU Kabupaten Nias Selatan sebanyak dua kali karena menganggap KPU Kabupaten Nias Selatan tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Kabupaten Nias Selatan untuk mendiskualifikasi Paslon Bupati dan Wakil Bupati Nias Selatan Nomor Urut 1 Hilarius Duha – Firman Giawa.
Hal ini sendiri telah diperiksa oleh DKPP dalam perkara nomor 44-PKE-DKPP/I/2021 dan 46-PKE-DKPP/I/2021. Dalam putusan kedua perkara itu, DKPP merehabilitasi nama baik Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Nias Selatan.
DKPP juga berpendapat bahwa KPU Kabupaten Nias Selatan telah menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tersebut.
“Berdasarkan fakta tersebut, tindakan Teradu I dan Teradu II memberikan Sanksi Peringatan Tertulis tidak dibenarkan menurut hukum dan etika penyelenggara pemilu,” kata Ida.
Sementara Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Syafrida, yang berstatus sebagai Teradu IV direhabilitasi nama baiknya karena tidak terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis, Dr. Alfitra Salamm, yang didampingi oleh Prof. Teguh Prasetyo dan Dr. Ida Budhiati. [Rilis Humas DKPP]