Batu, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hadir pada tahun 2012 sebagai reaksi ketidakpuasan pembuat undang-undang dalam hal ini DPR dan pemerintah. Saat itu, tahun 2009 KPU dilaporkan dan diberitakan buruk oleh partai, calon peserta pemilu, dan pemantau. Tetapi laporan tersebut tidak direspon dengan baik oleh KPU.
Hal ini disampaikan oleh Anggota DKPP, Didik Supriyanto di hadapan sejumlah awak media di Kota Batu pada acara Ngetren Media (Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu) dengan media, Jumat (13/11/20).
“Waktu itu di undang-undang disebutkan, apabila ada laporan tentang pelanggaran kode etik oleh masyarakat kepada KPU, maka KPU akan membentuk dewan kode etik KPU (DK-KPU-red), dan jika ada laporan kepada Bawaslu, maka akan dibentuk dewan kehormatan Bawaslu (DK-Bawaslu_red),” kata Didik.
Saat itu lanjut Didik, terhadap laporan yang masuk tidak juga dibentuk dewan kehormatan. Menurut catatan Didik, Pemilu 2009 adalah pemilu yang banyak menuai masalah.
“Di Jawa Timur contohnya, banyak sekali masalah dan tidak direspon karena undang-undang tidak ada frasa “memaksa” karena sifatnya kalau ada yang mengadu baru dibentuk, maka di undang-undang berikutnya yakni Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dewan kehormatan dipermanenkan.
Dalam rangka mengawasi perilaku penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu, maka undang-undang menarik keluar dewan kehormatan KPU dan Bawaslu tersebut dari kedua lembaga tersebut menjadi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
“Kira-kira kalau di media ada dewan pers. Lembaga tersebut (DKPP_red) dibuat mandiri menjadi lembaga tersendiri. Sejak itulah DKPP bekerja, dan alhamdulillah apresiasi masyarakat cukup tinggi, sehingga hal ini DKPP terus jadi harapan banyak orang, dalam arti kalau banyak pihak tidak puas oleh perilaku, pernyataan atau tindakan penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu mereka akan lapor ke DKPP,” lanjutnya.
Tugas DKPP adalah menegakkan kode etik penyelenggara pemilu. Lanjut Didik, kode etik berdasar kepada individu, orang perorang. Jika penyelenggara dalam perilakunya baik berupa pernyataan atau tindakan yang menyalahi kode etik, maka hal ini menjadi ‘urusan’ DKPP.
“ Apa itu kode etik macam-macam, kira-kira ada sebelas yakni mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas ,” jelasnya.
Didik memberikan ilustrasi, misalnya ada penyelenggara pemilu membuat keputusan dan keputusan tersebut terindikasi diintervensi “titipan”, DKPP tidak bisa mengubah keputusan tersebut tetapi bisa memproses tindakan dalam membuat keputusan tersebut melanggar kode etik atau tidak.
Pada kesempatan tersebut, Didik memaparkan data pengaduan yang diterima DKPP sejak tahun 2012 yakni sebanyak 3969. Dari jumlah tersebut DKPP telah menjatuhkan sanksi berupa Rehabilitasi 3.451; Teguran Tertulis (Peringatan) 2.242; Pemberhentian Sementara 67; Pemberhentian Tetap 643; Pemberhentian dari Jabatan 56; dan Ketetapan 267. (Data Sekretariat DKPP per 10 Oktober 2020_red)
Didik juga memaparkan data Pengaduan Pelanggaran Kode Etik – Pilkada 2020 sebagai berikut: Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS 19; Pembentukan Pengawas Kab/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan, TPS 20; Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih 1; Pendaftaran Pasangan Calon 9; Pemenuhan Persyaratan Dukungan Pasangan Calon 33; Verifikasi Persyaratan Pencalonan dan Syarat Calon 8; Penetapan Pasangan Calon 9; Pelaksanaan Kampanye 1. Total jumlah pengaduan pelanggaran kode etik – Pilkada 2020 sebanyak 102 laporan.
Sebagai informasi, Ngetren Media di Kota Batu ini adalah Ngetren yang ke-15. Jika sebelumnya Ngetren Media digelar di ibu kota provinsi, maka untuk pertama kalinya Ngetren Media dilaksanakan di tingkat kab/kota, yakni di Kota Batu. Antusias media untuk hadir dapat dilihat dari peserta yang melebihi kapasitas ruangan. Namun, mengingat protokol Covid-19 yang selalu dipatuhi DKPP dalam setiap kegiatannya, DKPP memberikan kesempatan untuk media melakukan doorstop bergiliran usai acara.
Acara yang dimoderatori oleh Diah Dio ini dihadiri narasumber, Ariful Huda Ketua PWI Malang Raya dan Ashari Husen, Pegiat Pemilu dan dosen IKIP Budi Utomo, Malang. [Humas DKPP]