Jakarta, DKPP- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu
(24/2), membacakan putusan dengan Teradu Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan
(PPK) Sindangbarang, Cianjur, Jawa Barat, atas nama Dede Suherman.
Dari penilaian
DKPP, Dede sebenarnya terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu. Dia
memang sempat menjalani sidang DKPP pada 4 Februari 2016. Dalam sidang, dia
juga secara terus terang mengakui tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya.
Akan tetapi, pada
hari persidangan itu dia sudah tidak lagi menjabat sebagai penyelenggara Pemilu
hingga saat putusan perkaranya dibacakan. Sesuai ketentuan hukum yang berlaku,
DKPP tidak dapat menjatuhkan sanksi kepada orang yang tidak lagi menjabat. Dengan
pelanggaran yang dilakukan DKPP kemudian pada putusannya memang tidak
menjatuhkan sanksi apa-apa, tetapi merekomendasikan kepada KPU Cianjur agar
tidak melibatkan Teradu dalam penyelenggaraan Pemilu di kemudian hari.
“Menerima pengaduan
Pengadu untuk seluruhnya. Merekomendasikan kepada KPU Kabupaten Cianjur bahwa
Teradu tidak boleh lagi dilibatkan sebagai penyelenggara Pemilu sejak dibacakannya putusan ini,â€
demikian amar putusan DKPP seperti dibacakan oleh Anggota Majelis Ida Budhiati
di ruang sidang DKPP, Jakarta.
Perkara ini
diadukan oleh Ketua Panwas Cianjur Saepul Anwar dan Anggotanya, Agus Djaelani.
Pada pokoknya, Panwas Cianjur menemukan tindakan Teradu yang dianggap tidak
netral dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Cianjur 2015. Temuan itu
diperoleh dari sebuah video yang diunggah di laman Youtube pada 20 Oktober 2015
saat acara bimbingan teknis saksi salah satu paslon.
Teradu yang
notabene sebagai Ketua PPK menjadi narasumbernya. Dalam salah satu penyampaian
materi, Teradu dengan jelas meminta agar para peserta Bimtek mengajak sanak saudaranya
untuk hadir ke TPS pada hari pemungutan suara dan tidak lupa memilih paslon
nomor urut 2.
Teradu memang tidak
membantah bahwa yang di video tersebut adalah dirinya. Namun soal tuduhan yang
mengarahkan agar memilih paslon tertentu seperti disebutkan Pengadu menurutnya
tidak benar. Baginya, hal itu hanya bentuk spontanitas karena membaca slogan
paslon yang terpampang di depannya.
Teradu juga mengakui
kalau dia telah membagi-bagikan uang kepada petugas PPS dan KPPS untuk
pemenangan paslon nomor 2. Menurutnya uang itu adalah uang pribadinya, bukan
dari paslon. Alasannya, dia memang menaruh simpati terhadap paslon nomor 2
karena program-programnya yang dianggap bagus. Akibat perbuatannya ini, Teradu
saat ini juga tengah berurusan dengan perkara pidana dengan tuduhan politik
uang.
Bagi DKPP, tindakan
Teradu telah jelas mencederai etika penyelenggara Pemilu. Teradu terbukti
melanggar sumpah/janji jabatan dan asas netralitas seperti tercantum dalam
Pasal 9 huruf b dan Pasal 10 Huruf a, b, c, d, e, f Peraturan Bersama KPU,
Bawaslu, DKPP Nomor 13, 11, 1 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Selain pembacaan
putusan perkara ini, DKPP dalam waktu yang sama juga membacakan putusan dari
daerah lain. Total ada 20 putusan yang dibacakan. Majelis sidang diketuai oleh
Prof Jimly Asshiddiqie dengan Anggota Saut Hamonangan Sirait, Dr Nur Hidayat
Sardini, Dr Valina Singka Subekti, Prof Anna Erliyana, dan Ida Budhiati. Sidang
diikuti secara video conference di
Bawaslu Provinsi asal perkara. (Arif Syarwani)