Jakarta, DKPP – Tugas Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan Umum (DKPP) adalah menegakkan kode etik penyelenggara Pemilu.
Realitasnya, risiko pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu diimbangi dengan
kebutuhan masyarakat atas penyelenggara Pemilu yang harus menjunjung tinggi
etika.
Pengaduan dan/atau laporan dugaan pelanggaran oleh
penyelenggara Pemilu yang disampaikan kepada DKPP sampai saat ini tidak juga
surut. DKPP menyikapinya dengan mengadakan verifikasi terlebih dulu sebelum
sebuah pengaduan dan/atau laporan bisa berlanjut atau tidak ke proses
persidangan. Verifikasi tersebut mencakup verifikasi administrasi (formil) dan
materiil. “Tentu tidak mungkin semua pengaduan bisa langsung masuk ke
persidangan,†kata Ida Budhiati, anggota DKPP saat dijumpai usai verifikasi
materiil, Jumat 19/1.
Verifikasi Materiil diperlukan sebagai filtering pengaduan
apakah pengaduan memenuhi syarat materill yaitu kesesuaian antara pokok aduan
yang didukung sekurung-kurangnya dua alat bukti. Jika alat bukti tidak relevan
dengan pokok aduan, maka DKPP memberikan kesempatan untuk diperbaiki kembali. Jika materi aduan tidak berkaitan dengan
unsur-unsur etika penyelenggara pemilu, maka DKPP menyatakan dismiss tetapi
jika jika pokok aduan tersebut telah didukung sekurang-kurangnya dua alat
bukti, maka DKPP menyatakan memenuhi syarat.
Agar memenuhi persyaratan administratif, sebuah pengaduan
paling tidak harus didukung dengan dua alat bukti. Persyaratan substantifnya,
apakah memenuhi unsur yang disebut dalam etika penyelenggara Pemilu. Jika kedua
persyaratan itu terpenuhi, baru maju ke persidangan. DKPP kemudian akan
menginformasikan jadwal persidangan. Jika belum memenuhi syarat (BMS) hal ini juga akan diinformasikan kepada
Pengadu. Jika memang tidak memenuhi, dismiss pun akan disampaikan kepada
justice seeker agar mereka tidak merasa diabaikan.
Verifikasi materiil dibutuhkan agar sidang tidak boros. Jika
memang alat bukti dan substansi tidak ada, maka tidak akan dilanjutkan ke sidang.
Sebaliknya, jika memang ada unsur pelanggaran kode etik dengan minimal dua alat
bukti, harus dilanjutkan. Peradilan etika berbeda dengan hukum. Soal daya rusak
menjadi pertimbangan karena bisa menjadi alasan etis untuk menghukum atau
membebaskan penyelenggara pemilu yang menjadi Teradu.
Dalam verifikasi materiil, tiga anggota DKPP terlibat
langsung dalam proses, selain itu lima tenaga ahli DKPP dan kepala bagian,
kasubbag pengaduan serta para staf di
bagian pengaduan juga dilibatkan. Staf yang terlibat dalam proses verifikasi
materiil telah dibekali terkait soal standar, prosedur, mereka sudah terlatih
juga soal substansi. Mereka mempersiapkan bahan untuk verifikasi materiil,
lantas keputusan verifikasi materiil
disetujui oleh Ketua DKPP mengenai lanjut-tidaknya ke proses persidangan.
“Kalau ternyata kami menyatakan dismissed tapi ternyata ada novum, diadukan
kembali dengan adanya bukti baru itu, kasus itu bisa saja disidangkan,†jelas
Ida.
DKPP memutuskan bahwa pihak Teradu tidak boleh didampingi
oleh kuasa hukum karena sudah ada ex officio dari KPU dan Bawaslu di DKPP.
Fungsi ini telah berjalan dengan bagus. Apapun putusan yang dibuat telah
mewakili perspektif yang beragam, sangat lengkap. Sekalipun demikian, hampir
semua putusan DKPP aklamasi. Sampai saat ini, hanya beberapa yang ada dissenting
opinion.
Verifikasi materiil sangat penting dalam penanganan kasus di
DKPP. Melalui Verifikasi Materiil akan ada saringan, seleksi awal atas
pengaduan yang masuk. Dengan Verifikasi Materiil ini, setidaknya sudah ada
pemahaman dari tim pemeriksa sejak awal. Jik sebuah perkara dinyatakan naik
sidang selanjutnya DKPP akan menggelar sidang dengan prinsip, audi et alteram
partem artinya DKPP akan mendengarkan semua pihak. Persidangan inilah yang memberikan
kesemoatan kepada para pihak untuk menyampaikan dalil dan alat bukti segala
hal. Berbagai pengakuan bisa muncul. Dan fakta-fakta yang diungkap di
persidangan itulah yang membuktikan dan menjadi dasar penetapan putusan DKPP. [Diah
Dio]