Jakarta, DKPP – Tim Pemeriksa Daerah (TPD) merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Hal ini disampaikan oleh anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Ex Officio Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar ketika memberikan pengarahan umum pada kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) dan Pengukuhan TPD Periode 2019-2020 di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Jumat (5/4) malam.
Fritz mengatakan demikian untuk mengingatkan ratusan orang calon TPD. Menurutnya, seorang anggota TPD harus sadar bahwa tanggung jawab yang diembannya merupakan amanat undang-undang, bukan untuk membantu DKPP semata.
“Saya harap ini melekat di hati bapak ibu sekalian,” katanya kepada ratusan peserta Rakor.
Rencananya, peserta Rakor ini akan dikukuhkan sebagai TPD periode 2019-2020 pada Sabtu (6/4/2019). Sebagaimana diketahui, TPD adalah tim yang dibentuk oleh DKPP yang keanggotaannya terdiri atas unsur masyarakat, KPU Provinsi/KIP Provinsi Aceh, Bawaslu Provinsi/ Panwaslih Provinsi Aceh. TPD bertugas melaksanakan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu di daerah.
Mekanisme pengukuhan TPD ini sendiri tidak dilakukan melalui pendaftaran, melainkan melalui rekomendasi dan dipilih langsung oleh DKPP. Anggota TPD yang berasal dari unsur KPU misalnya, direkomendasikan oleh KPU provinsi. Begitu pula dengan anggota TPD yang berasal dari unsur Bawaslu. Sedangkan dari unsur masyarakat merupakan orang-orang yang dipilih langsung oleh DKPP RI.
“Artinya adalah ada penilaian bagi kami terhadap Bapak/Ibu sekalian. Jadi kalau dari unsur masyarakat, Anda adalah orang-orang yang terpilih,” jelas Fritz.
Sementara itu, anggota DKPP RI Ex Officio KPU RI, Hasyim Asy’ari juga mengingatkan peserta Rakor tentang pentingnya menjaga sikap atau etika ketika menjadi anggota TPD kelak.
“Kita ini menjadi pemeriksa tapi urusan perilaku para penyelenggara pemilu ini harus baik semua. Istilahnya supaya keramatnya ada,” jelasnya.
Khusus untuk calon anggota TPD yang berasal dari unsur masyarakat, Hasyim berpesan agar mampu menahan diri dan mengurangi pernyataan yang tidak perlu kepada media massa atau pun di media sosial. Menurutnya, salah satu konsekuensi ketika menjadi penyelenggara Pemilu adalah terenggutnya kebebasan berekspresi.
Hal ini diakui Hasyim bukanlah sesuatu yang mudah untuk seorang akademisi ataupun praktisi kepemiluan. Karenanya, ia menegaskan bahwa anggota TPD harus menyadari hal tersebut.
“Ada dua kemungkinan kalau jadi penyelenggara Pemilu, pertama Alhamdulillah, kedua Innalillahi. Alhamdulillah karena dipercaya (menjadi penyelenggara Pemilu), innalillah karena kebebasannya hilang,” ucap Hasyim.
Masih di tempat yang sama, anggota DKPP RI lainnya, Alfitra Salamm menekankan pada aspek pembelaan yang dilakukan oleh anggota TPD yang berasal dari KPU atau Bawaslu terhadap rekan kerjanya yang menjadi Teradu dalam sebuah perkara. Ia berpendapat, pembelaan dalam sebuah sidang merupakan hal yang wajar, namun khusus anggota TPD harus memiliki ukuran yang jelas.
“Dalam persidangan ini semua harus terukur, jangan asal bela,” tegas Alfitra.
Ia juga berpesan agar rekomendasi sanksi yang diberikan nantinya bersifat massive dan rahasia. “Karena dalam beberapa kesempatan, sanksi ini bocor,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia juga berbicara mengenai tingkat kerja TPD yang masih belum merata. Ia bahkan menggunakan istilah “panen” dan “paceklik” sebagai perbandingan dari daerah yang memiliki banyak pengaduan dengan daerah yang minim pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
Ia menyebut TPD Provinsi Bangka Belitung dan Yogyakarta sebagai contoh dari TPD yang tidak memiliki banyak pekerjaan lantaran minimnya pengaduan tentang pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu di daerah tersebut.
“Tapi ada yang padat, seperti Papua, Sumut, Sulsel, ini “panen” TPD-nya, tapi ada TPD yang paceklik,” katanya.
“Mungkin ada tugas-tugas lain yang diberikan TPD selain sidang dan pemeriksaan, mungkin perlu kita diskusikan bahwa tugas lain dari TPD. Apakah TPD boleh menerima laporan langsung atau tetap dari kita, yang jelas TPD jangan mengada-ada mencari perkara,” tutupnya. [Wildan]