Yogyakarta, DKPP – Tim Pemeriksa Daerah (TPD) harus memahami seluk beluk tentang pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP), mulai dari aturan main, modus pelanggaran hingga kategorisasi pelanggaran KEPP.
Demikian garis besar yang disampaikan oleh tiga eks Anggota DKPP, Muhammad, Nur Hidayat Sardini, dan Ida Budhiati, saat memberikan materi kepada 204 TPD periode 2022-2023 dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dan Peningkatan Kapasitas TPD di Yogyakarta, Selasa (1/11/2022).
Ketua DKPP periode 2020-2022, Muhammad, menyebut penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa orang yang terpilih melalui hasil pemilu menjadi pihak yang dilantik. Pihak yang dilantik, katanya, bukanlah orang-orang yang memanipulasi hasil pemilu.
Menurutnya, penyelenggara pemilu juga harus memiliki pemahaman yang tepat tentang penyelenggaraan pemilu, baik dalam aspek pemahaman aturan atau pelaksanaan dari aturan itu sendiri.
Ia menambahkan, hal tersebut juga berlaku untuk TPD. Sebagai bagian dari DKPP, TPD disebutnya juga memiliki status “penyelenggara pemilu:”. Dengan demikian, TPD dianggap Muhammad sebagai tugas mulia untuk meningkatkan kualitas pemilu dan demokrasi Indonesia.
“TPD menurut saya juga menjadi penyelengara pemilu yang harus memahami tindakan yang patut dan tidak patut,” kata Muhamad.
Muhammad juga berpesan agar TPD nantinya dapat menjaga integritas dan independensinya dalam sidang.
Hal senada pun disampaikan oleh Anggota DKPP periode 2012-2017, Nur Hidayat Sardini. Menurutnya, TPD selaku majelis dalam sidang harus menghindari tingkah laku yang dapat diinterpretasikan keberpihakan kepada salah satu pihak dalam sidang pemeriksaan DKPP.
Ia mengungkapkan, permasalahan tentang kode etik penyelenggara pemilu adalah sebuah realitas dalam demokrasi Indonesia.
“Jumlah penyelenggara pemilu yang dijatuhi sanksi oleh DKPP tidaklah sedikit,” ungkapnya.
Oleh karenanya, menurut pria yang akrab disapa NHS ini TPD harus mengamati realitas-realitas dalam pelaksanaan penyelenggara pemilu. Hal ini disebutnya penting karena TPD nantinya akan menjadi majelis dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP yang dilakukan DKPP.
Kepada 204 TPD periode 2022-2023, NHS pun menyebut setidaknya ada 10 modus pelanggaran pemilu, yaitu konflik kepentingan; perlakuan berbeda; penyuapan; penyalahgunaan wewenang; kerja asal-asalan; adanya intimidasi dan iming-iming sesuatu; pelanggaran hukum; tidak efektif dalam menggunakan kewenangan; manipulasi hasil pemilu; dan netralitas atau independensi.
Dalam aspek politik hukum, regulasi pemilu di Indonesia telah menjamin terjaganya integritas penyelenggara pemilu. Menurut Anggota DKPP periode 2017-2022, Ida Budhiati, hal ini tercermin dengan adanya DKPP.
DKPP, kata Ida, memiliki kewajiban kemandirian, kehormatan, dan kredibilitas penyelenggara pemilu sehingga sebagai “wasit”, penyelenggara pemilu dapat dipercaya oleh semua pihak.
“Yang jadi permasalahan, kenapa terjadi pengulangan kesalahan penyelenggaraan pemilu? TPD harus memahami ini,” jelas Ida.
Menurutnya, TPD harus memberikan rekomendasi putusan yang komprehensif kepada DKPP sehingga putusan yang dikeluarkan DKPP menjadi putusan yang adil.
“DKPP harus menjamin Sanksi DKPP memberikan efek yang lebih baik dari segi penyelenggaraan pemilu,” kata Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah 2008-2012 ini. [Humas DKPP]