Jakarta, DKPP– Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),
Senin (19/5), menggelar sidang pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh tiga komisioner KPU Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Sidang dipimpin oleh Anggota DKPP (ex
officio Bawaslu) Nelson Simanjuntak, melibatkan Anggota Tim Pemeriksa
Daerah dari Provinsi Kepri, yakni Wiryanto, Eva Amalia, Ridarman Bay, dan Razaki Persada.
Dalam pengaduannya, Pengadu Riky Indrakari dari
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengadukan Ketua KPU Kota Batam M Syahdan
bersama dua Anggota, yaitu Ahmad Yani dan Mulkan Siregar. Para Teradu diduga
memanipulasi data formulir DB-1 (formulir rekapitulasi tingkat kabupaten),
sehingga ada perbedaan suara dari yang dibacakan oleh KPU dengan yang
ditandatangani para saksi partai politik.
“Pleno rekapitulasi oleh KPU Kota Batam juga ada
kejanggalan. Pleno yang diadakan pada 28 April tapi hasilnya dibacakan esok
harinya, 29 April. Saat pembacaan itulah ditemukan perubahan hasil yang sangat
signifikan,†papar Riky.
Dengan perubahan hasil itu, para saksi parpol pun
melakukan protes. Namun semua protes tidak diindahkan. Panwaslu Kota Batam juga
meminta dilakukan pleno ulang.
“Setelah dilakukan pleno ulang, terbukti banyak
sekali perbedaan perolehan suara. Akan tetapi, KPU Kota Batam tidak mau
mengakui hasil pleno ulang itu. Semua proses yang telah dijalankan dimentahkan
begitu saja oleh mereka,†tambah Riky.
Ketika mendapat kesempatan menyampaikan jawabannya,
Ketua KPU Kota Batam M Syahdan mengaku tidak tahu ada perbedaan selisih suara
antara yang dibacakan KPU dengan yang ditandatangani saksi dan Panwaslu. Dia
juga merasa sudah menjalankan semua rekomendasi yang dikeluarkan Panwaslu Kota
Bima.
“Jadi tidak benar kalau dikatakan ada permufakatan
jahat dalam proses ini. Pengadu yang merupakan dari PKS sudah menandatangani
hasil pleno 28 April. Formulir DB-1 dan sertifikat hasil rekapitulasi juga
sudah diakui oleh para saksi parpol dan Panwaslu,†terang Syahdan. (as)