Jakarta, DKPP – Sengkarut netralitas aparatur sipil negara (ASN) dinilai tidak bisa hanya dibebankan kepada individu ASN. Pengambil kebijakan dan pembina kepegawaian perlu dilibatkan, mulai dari gubernur, bupati, sampai dengan walikota.
Hal tersebut disampaikan oleh Anggota DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, dalam acara Fasilitasi Sentra Gakkumdu dengan tema Urgensi Netralitas ASN Pada Pemilu Tahun 2024 di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (1/12/2022) malam.
Posisi ASN, sambung Ratna Dewi Pettalolo, selau serba salah di setiap pemilu. Terlebih dihadapkan dengan calon petahana yang kembali ikut berkontestasi.
“Di satu sisi dituntut harus netral sebagaimana diamanatkan undang-undang, tetapi ketika netral dipertanyakan. Posisinya ini sangat dilematis, sehingga banyak ditemukan pelanggaran (netralitas ASN, red) saat pemilu,” ungkap Ratna Dewi Pettalolo.
Perempuan kelahiran Palu, Sulawesi Tengah ini menambahkan, netralitas ASN harus memenuhi asas adil, bebas konflik kepentingan, tidak memihak, bebas intervensi, dan bebas pengaruh.
Oleh karenanya, netralitas ASN tidak bisa hanya diucapkan saja. Tetapi juga harus diperlihatkan saat memberikan pelayanan dan pembuatan kebijakan dalam keseharian.
“Bagi ASN tidak bisa hanya sekedar mengatakan saya netral, tetapi harus diperlihatkan dalam keseharian terutama saat memberikan pelayanan dan membuat kebijakan,” lanjut Anggota Bawaslu RI periode 2016-2022 ini.
Dalam kesempatan ini, Dewi menyampaikan tiga alasan kuat pentingnya netralitas ASN. Antara lain tanggung jawab sebagai pelayan publik, ASN menjadi objek pengawasan, dan kaitannya dengan kewenangan serta kekuasaan.
“Kewenangan dan kekuasaan ASN ini sangat rentan dipengaruhi dan juga bisa mempengaruhi, serta berpihak kepada salah satu pasangan calon,” pungkasnya. [Humas DKPP]