Badung, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melanjutkan rangkaian Rapat Evaluasi Penanganan Perkara Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Tahun 2019 Tahap II, yang secara resmi dibuka oleh Ketua DKPP Dr. Harjono, di Hotel Sovereign Bali, pada Jum’at malam (6/12/2019).
Pada Rapat Evaluasi ini dilaksanakan dalam sistem kelas, terbagi dalam Kelas A, B dan C. Pada kelas A terdiri dari TPD unsur KPU dengan narasumber Dr. Ida Budhiati. Untuk Kelas B terdiri dari TPD Unsur Bawaslu dengan narasumber Prof. Muhammad. Kelas C terdiri dari TPD Unsur Masyarakat dengan dua narasumber, Prof Teguh Prasetyo dan Dr. Alfitra Salamm.
Materi yang dipaparkan dalam rapat evaluasi yakni, data pengaduan DKPP tahun 2019 sejumlah 506 perkara. Angka ini menurun dibanding data tahun lalu sejumlah 521. Tapi jika dilihat dari perkara yang naik sidang Tahun 2019 lebih banyak, sejumlah 331 perkara, Tahun 2018 sebanyak 319.
Klasifikasi jenis pengaduan juga menjadi materi dalam rapat, bahwa dari total 506, pengaduan terkait Pemilu 2019 menjadi jenis pengaduan tertinggi yang masuk ke DKPP, yaitu sebanyak 380 Pengaduan, (data DKPP Januari 2019 s.d 5 Desember 2019).
Unsur pengadu dalam perkara DKPP (subjectum litis) terdiri dari peserta pemilu (partai politik atau anggota DPR/DPD/DPRD), penyelenggara pemilu, dan masyarakat. Hasil rekapitulasi menunjukkan masyarakat menempati posisi tertinggi sebanyak 249 pengaduan atau 49% dari total jumlah pengaduan.
Evaluasi ini juga memaparkan modus pelanggaran KEPP di tahun 2019. Hasilnya, pelanggaran KEPP dengan modus manipulasi suara menempati posisi pertama sebanyak 17%, menyusul perlakuan tidak adil 4%, dan pelanggaran terkait hak pilih 2%.
Terkait dengan prinsip dasar KEPP, DKPP memedomani 12 prinsip yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemilu. Data pelanggaran prinsip KEPP sejak Januari 2019 s.d 5 Desember 2019, menyatakan 14% penyelenggara melanggar prinsip jujur, 6 % melanggar prinsip mandiri, dan 1 % melanggar prinsip efisien 1%. [Humas DKPP].