Makassar, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Prof. Teguh Prasetyo menjadi narasumber pada Webinar Nasional dengan tema ‘Problematika Hukum Dan Bisnis Di Era New Normal’ yang diselenggarakan oleh Universitas Prima Indonesia, Bandung pada Sabtu (31/10/20) pukul 09.30 WIB. Dalam webinar ini, Prof. Teguh yang mengikuti webinar dari Makassar menyampaikan materi berjudul ‘Problematika Hukum Di Era Pandemi Covid-19 Dalam Prespektif Teori Keadilan Bermartabat.
Prof. Teguh mengawali paparannya dengan menjelaskan sejarah panjang hukum yakni saat keberadaan awal manusia. “Pada saat ada manusia, mula-mula Adam dan Hawa, saat itu sudah diletakkan hukum meskipun bentuknya masih lisan dan perintahnya sederhana. Jangan kau makan buah dan seterusnya. Kemudian pada saat manusia bertambah banyak, juga diletakkan yang namanya hukum, misalnya 10 Perintah Tuhan (Ten Commandments-red) kepada Musa di Gunung Sinai,” Prof. Teguh di paparan awalnya.
Lanjut Prof Teguh menguraikan tentang kedudukan manusia di dalam masyarakat. Menurutnya, manusia diciptakan Tuhan dengan makhluk yang lain. Manusia adalah makhluk yang mulia dan bermartabat. Sebagai makhluk yang berpikir, dengan kemampuan pikirnya tersebut manusia dapat menjaga dirinya sebagai makhluk yang mulia. Oleh karena itu hukum diletakkan dalam masyarakat.
“Hukum itu menjaga martabat manusia tetap mulia. Manusia boleh kaya tapi kaya jangan karena mencuri, jangan money laundry. Manusia boleh pintar, tapi pintarnya jangan beli ijazah. Manusia menikah untuk bertambah banyak, tetapi jangan setiap ketemu wanita kau nikahi. Jadi hukum mengatur supaya ego manusia ini tidak super ego, tidak berlebih-lebihan karena manusia hidup di dalam masyarakat sehingga memerlukan keseimbangan dan adanya suatu norma,” jelasnya.
Lanjut Prof. Teguh, norma sangat sakral dan dogmatik sejak awal. Norma adalah sesuatu yang harus dipercaya supaya ada keselarasan dan kedamaian. Keseimbangan dalam masyarakat diperlukan sehingga tidak terjadi ‘chaos’ karena sebagai makhluk berpikir manusa mempunyai ego masing-masing yang dapat berakibat super ego tersebut menjadi berlebih-lebihan dan berpotensi melanggar hak orang lain.
Mengingat hukum mempunyai sejarah panjang, dan hukum itu mempunyai tujuan untuk meletakkan keadilan, yaitu meletakkan keadilan pada posisi yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum bersumber dari pikiran-pikiran Tuhan, jika dilihat di mazhab hukum alam maka hukum adalah pikiran-pikiran Tuhan (Lex Eterna, Thomas Aquinas_red)
Sumber hukum seperti yang dijelaskan Prof. Teguh juga bisa digali atau berasal dari nilai-nilai luhur, di Indonesia sumber hukum adalah Pancasila. Sebagai informasi, Prof. Teguh Prasetyo adalah penggagas Teori Keadilan Bermartabat. Dan, saat ini tengah melakukan sosialisasi di seluruh wilayah Indonesia untuk Pilkada 2020 Bermartabat.
“Tarikan dari pikiran Tuhan dan tarikan dari nilai luhur ini membentuk sistem hukum Pancasila. Nah, di sinilah lahir teori keadilan bermartabat. Jadi keadilan bermartabat bukan definisi tentang keadilan, tetapi sebagai teori hukum yang diturunkan dari derivasi pikiran Tuhan dalam sila pertama Pancasila. Dan juga dilihat dari nilai-nilai luhur nilai Pancasila dalam suatu postulat sistem untuk mencapai tujuan dengan cara memanusiakan manusia,” tegas Prof. Teguh.
Dalam situasi Covid-19, hukum harus bisa merespon kondisi yang ada di dalam masyarakat. Hukum tidak boleh hanya menjadikan diri sebagai sosok yang hanya mengatur secara kepastian hukum. Aturan itu hukum dengan pola demikian, dengan pola-pola Covid-19 ini harus digeser dalam konteks bisa mengatur, menyelaraskan, menyeimbangkan kepentingan kepentingan dalam masyarakat. Dalam era Covid-19 kepentingan yang diutamakan yaitu penyelamatan manusia terhadap bahaya yang mengglobal.
“Semua negara tidak ada yang lepas dari covid, kecuali negara yang ada di kutub karena mobilitas penduduk yang tidak banyak dan daerah terpencil. Oleh karena itu hukum harus menyelaraskan, mengatur perilaku manusia, karena hukum ini ada untuk masyarakat dan bukan masyarakat untuk hukum,” katanya lagi.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan ini, di sini hukum harus akomodatif, responsive, dan bermartabat. Hukum harus menyeimbangkan suatu kebutuhan yang ada dalam rangka fleksibilitas hukum. Hal ini diperlukan, oleh karena itu kepekaan para regulator untuk berpikir bagaimana membangun suatu hukum yang didasarkan pada asas ini, perlu ditata dengan baik.
Teori keadilan bermartabat meletakkan supaya hukum bukan sebagai ‘sosok aturan’ yang kaku, tetapi fleksibelitas, akomodatif, adaptif terhadap kondisi yang tidak normal. Peraturan dibuat oleh mereka yang berwenang mengatur tentang perilaku manusia, yang kemudian urgen adalah bagaimana masing-masing leading sector dapat bersinergi dengan adanya multi pengaturan ini.
“Pilkada adalah ajang unjuk kekuatan. Pasangan calon ingin menampilkan dukungan. Namun, melalui regulasi yang dibuat oleh KPU dan Bawaslu, saat ini yang telah masuk pada tahapan kampanye, DKPP berharap tidak terjadi cluster baru covid-19. Jika tatap muka diupayakan jangan sampai terbentuk cluster-cluster baru sehingga diksi-diksi yang menimbulkan pengerahan massa seperti kontes tidak diizinkan,” harapnya.
Pada akhir paparannya, sekali lagi Prof. Teguh menegaskan bahwa Teori Keadilan Bermartabat dari aspek aspek filosofis, yaitu perlindungan kepada masyarakat. Hukum ada pada saat ada manusia, seperti yang dikatakan filsuf Cicero. Hukum adalah rasionalisasi manusia, nilai-nilai hukum adalah keterpaduan dari aspek spiritual dan material dengan tujuan untuk memanusiakan manusia. Dengan demikian fleksibilitas peraturan hukum dalam konteks Covid-19 dapat diartikan hukum bukan sesuatu yang merintangi.
Narasumber lain dalam webinar ini adalah Dr. Elvira Fitriyani Pakpahan, S.HI., M.Hum, Dekan FH Universitas Prima Indonesia, Medan; Ersa Tri Wahyuni, Ph.D, Manajer Riset, Inovasi, dan Kemitraan Unpad, Bandung; Dr. Ahmad Cahyo Nugroho, Konsultan Manajemen dan Dosen Politeknik APP, Jakarta dengan moderator, Kartika Pakpahan, SH., MH. [Humas DKPP]