Jakarta, DKPP – Anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo mengajak civitas Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk mewaspadai nilai atau muatan negatif dari demokrasi langsung yang dianut di Indonesia saat ini.
Demokrasi langsung yang dianut saat ini memiliki muatan negatif berupa liberal dan kapital. Kedua muatan tersebut membuat demokrasi menjadi mahal atau berbiaya tinggi.
Ajakan tersebut disampaikan Prof. Teguh Prasetyo dalam webinar dengan tema ‘Peran, Peluang, dan Tantangan Pengawasan Partisipatif Jelang Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024’ yang diselenggarakan Fakultas Hukum Unnes.
“Demokrasi kita penuh dengan muatan kapital dan liberal, tidak heran sangat mahal berbiaya tinggi. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja,” ungkap Prof. Teguh Prasetyo pada Selasa (23/11/2021).
Tidak hanya soal biaya yang mahal, Guru Besar Filsafat Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) ini menilai cara yang digunakan dalam kontestasi demokrasi saat ini penuh dengan nilai kapital dan liberal.
Setiap kontestasi dalam demokrasi langsung tidak pernah lepas dari ujaran kebencian, berita bohong (hoaks), isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta politik uang atau money politik.
“Demokrasi ini bukan ruang hampa, kalau dia hampa maka yang masuk adalah kapital dan liberalisme. Maka harus dikasih konten atau muatan positif, salah satunya adalah Pancasila,” lanjutnya.
Pancasila, sambung Prof. Teguh Prasetyo, merupakan perwujudan dari demokrasi yang takut dengan Tuhan, menjunjung tinggi kemanusiaan, keanekaragaman, kemurnian suara, serta kesejahteraan rakyat.
“Pergeseran demokrasi ini berpengaruh kepada masyarakat, oleh karena itu harus diisi dengan nilai serta muatan Pancasila,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Prof. Teguh memperkenalkan DKPP kepada civitas FH Unnes sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Menurutnya, tidak sedikit mahasiswa menjadi pengadu dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu. (Humas DKPP)