Surabaya, DKPP- Prof. Muhammad berharap agar para penyelenggara dalam bekerja mengelola pemilu tidak melihat DKPP seperti “orang-orangan sawah” artinya baru bekerja dengan baik hanya karena takut dijatuhi sanksi, tetapi jika tidak ada DKPP mereka mencoba “main-main”.
Hal ini diungkapkan dalam acara Rapat Koordinasi Persiapan Teknis Sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Jumat (12/7) di Hotel Luminor, Kota Surabaya. Rakornis ini digelar dalam rangka persiapan teknis untuk dua sidang yakni untuk perkara nomor 101-PKE-DKPP/V/2019 dan perkara nomor 102-PKE-DKPP/V/2019. Kedua sidang pemeriksaan tersebut rencananya akan dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu (13-14/7) bertempat di Kantor KPU Provinsi Jawa Timur.
Ada tiga hal yang disampaikan Prof. Muhammad dalam rakornis. Pertama, dia menyampaikan salam hormat dari ketua dan anggota DKPP kepada para penyelenggara pemilu di Jawa Timur. Kedua, Muhammad mengungkapkan rasa bahagianya dapat bertemu dan bersilaturahmi dengan para penyelenggara. Bahagia sekaligus bersedih karena pertemuan ini terkait dengan adanya persoalan yang harus diselesaikan yakni terkait dugaan pelanggaran kode etik.
“Sama seperti pemadam kebakaran, digaji setiap tanggal satu tetapi tidak diharapkan bekerja. Karena kalau pemadam kebakaran keluar dari kantornya artinya ada persoalan yang harus diselesaikan”, Muhammad menganalogikan.
Dalam pandangan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar ini, lembaga peradilan etik ini suatu saat tidak diperlukan lagi jika kesadaran politik masyarakat sudah luar biasa, penyelenggara pemilu sudah benar-benar mandiri dan akuntable.
“Kedepannya kita tidak perlu lagi ada Hakim tidak perlu lagi ada DKPP karena setiap orang sudah menjadi hakim bagi dirinya. Ini adalah harapan, ini gagasan dan bukan mimpi”, katanya sambil mengisahkan contoh saat sahabat Rasulullah, Umar Bin Khattab ditugaskan menjadi Hakim.
Menurut Muhammad, jika seluruh masyarakat, stakeholder pemilu, peserta, pemilih birokrasi, dan media massa di negara ini bergerak secara signifikan dan menyadari perannya tanggung jawabnya, sadar hak serta kewajibannya, maka DKPP tidak lagi dibutuhkan.
“Jika penyelenggara pemilu bekerja bukan karena rasa takut akan diberikan sanksi atau takut dikenai hukum saya percaya Insya Allah suatu saat DKPP tidak dibutuhkan lagi”, katanya.
Ketiga, bahwa Jawa Timur adalah ini barometer Indonesia. Jika Jawa Timur bergejolak pasti Indonesia akan goyah. “Bukan berarti kita mensignifikansi provinsi lain tapi Jatim ini barometer Indonesia, sehingga memang harus selalu dijaga resonansinya dan diharapkan menjadi teladan bagi provinsi lainnya
Peserta rakor yang hadir terdiri atas KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Timur, Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Jawa Timur yakni, Hananto Widodo (unsur masyarakat), M. Arbayanto (unsur KPU), Eka Rahma (unsur Bawaslu), perwakilan dari Polrestabes Surabaya, Sudarto, Intelkam Polrestabes, Agus Sulistiono, Biro Operasional Polda Jatim; Hamid Ismi, Fany, Harijano serta jajaran sekretariat KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Timur. [Dio]