Jakarta, DKPP – Dalam rangka standarisasi perilaku etik penyelenggaraan pemilu, pedoman etika dan perilaku, penyelenggaraan pemilu hanya berpedoman pada Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pedoman Kode Etik dan Kode Perilaku Penyelenggara Pemilu. Hukum beracara penegakan kode etik dapat disesuaikan dengan PKPU dan Perbawaslu
Hal ini disampaikan anggota DKPP, Prof. Muhammad saat menjadi narasumber acara Forum Grup Discussion (FGD) Menata Penegakan Hukum Pemilu Yang Berkeadilan, Jumat (01/11/19) di Hotel Novotel, Cikini Jakarta.
Prof. Muhammad mengawali paparannya dengan menjelaskan empat sifat hukum yang baik yakni tidak ada kekosongan hukum, tidak boleh saling bertentangan, tidak multitafsir, dan dapat dilaksanakan
“Tidak boleh ada kekosongan hukum, harus tuntas, clear dan clean. Hukum juga tidak boleh multitafsir”, kata Muhammad.
Selanjutnya Ketua Bawaslu Periode 2012-2017 ini menjelaskan terkait Penanganan Pelanggaran Administrasi. Ada enam poin yang disampaikannya. Pertama, KPU tidak lagi menilai rekomendasi dari Pengawas Pemilu, semua rekomendasi Bawaslu/Panwaslu wajib dilaksanakan oleh KPU paling lama 7 hari (selama ini 3 hari dan menjadi keluhan & kesulitan teknis bagi KPU untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut). Kedua, KPU tidak diperkenankan menafsir menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu/Panwaslu dengan cara meniliti dan mengkaji kembali rekomendasi tersebut yang berdampak lahirnya tafsir lain/berbeda yang bermuara tidak sejalan dengan maksud/substansi rekomendasi tersebut. Ketiga, regulasi yang jelas dan tegas bersifat absah memaksa bagi KPU untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu/Panwaslu.
Keempat, Bawaslu/Panwaslu wajib menghasilkan kajian, analisis dan rekomendasi yang qualified, transparan, dan akuntabel disertai/dilengkapi dengan komprehensifnya alat bukti, keterangan para pihak yang diserahkan bersamaan dengan rekomendasi tersebut. Kelima, demi menjadi derajat qualified, transparan, dan akuntabel kajian, analisis dan rekomendasi Bawaslu/Panwaslu, diperlukan quality control dari atasan/pimpinan satu tingkat di atasnya. Dan, keenam, komunikasi dan koordinasi secara proporsional dengan KPU dibutuhkan sebelum mengeluarkan rekomendasi.
Diskusi yang diadakan oleh Bawaslu RI ini menghadirkan narasumber lain yakni Ketua Bawaslu RI Abhan, Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Petalolo, Khairul Fahmi Dosen dari Universitas Andalas dan Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan dan Demokrasi (Perludem). [Humas DKPP]