Palu, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Jimly Asshiddiqie
mengatakan bahwa membangun lembaga Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dari
nol. Dari yang tidak memiliki apa-apa menjadi lembaga prestisius. Sementara
kemudian ada orang yang meruntuhkan martabat serta kewibawaan lembaga itu,
membuatnya marah. “Wajar dong saya marah. Saya juga manusia,†katanya saat
menjawab salah seorang penanya dalam sesi tanya jawab di acara kuliah umum di
Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Kamis (19/11).
Salah seorang peserta menanyakan alasan Prof Jimly diwawancara di media soal
kasus yang menjerat salah seorang mantan ketua Mahkamah Konstitusi. Dalam
wawancara itu, hukuman yang pantas bagi orang tersebut menurut Jimly adalah
hukuman mati. Penanya menilai bahwa pernyataan tersebut sangat emosional.
Kemudian Jimly bercerita, pada saat membangun lembaga MK. Awalnya, dia yang
merumuskan ide sekaligus merancang undang-undang lembaga tersebut.
Dia dikirim ke Austria dan Perancis yang memiliki lembaga MK. “Saya merumuskan dan
merancang undang-undang MK,†katanya.
Kemudian sewaktu MK terbentuk, lembaga ini serba kurangan fasilitas.
Waktu itu belum memiliki kantor sekretariat, belum memiliki pegawai, bahkan
rumah dinas pun tidak ada. “Dari sembilan hakim, hanya tiga orang yang
berdomisili di Jakarta, “katanya.
Lanjut dia, karena belum ada fasilitas kantor, pihaknya terpaksa menyewa hotel.
“Kantor MK pertama di Hotel Santika,†kenang dia. Gaji, sambung dia, belum
cair. Selama dua tahun pertama pihaknya tidak menerima gaji. “Gaji bisa cair di
tahun kedua. Sedangkan gedung, baru ada di tahun ketiga,†akunya.
Sementara pada saat dia tidak lagi menjabat, gajinya tinggi-tinggi.
Kemudian lembaga itu dirusak, dia merasa sangat sakit. “Saya cape-cape
membangun kemudian dirusak. Wajar dong saya marah,†tutupnya. [Teten
Jamaludin]