Jakarta, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Pramono Ubaid Tanthowi menjadi narasumber dalam webinar bertemakan “Penanganan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Ad Hoc (KPU)”, Jumat (6/11/2020).
Dalam kesempatan ini Pramono mengakui, selama ini memang ada kesan kalau pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) banyak dilakukan oleh penyelenggara tingkat ad hoc selama pemilu nasional ataupun pilkada diadakan.
Menurutnya, kesan ini sangat wajar mengingat jumlah penyelenggara pemilu ad hoc terbilang besar karena memiliki tiga tingkatan, yaitu tingkat TPS, Kelurahan, dan Kecamatan.
Namun, Pramono mengakui bahwa penanganan dugaan pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh penyelenggara tingkat ad hoc sudah jauh lebih baik dibandingkan penanganan pada masa silam.
“Kita punya pengalaman di masa lalu, badan penyelenggara pemilu ad hoc ditangani dugaan pelanggarannya setelah masa jabatan selesai. Ini tidak punya efek jera dan tidak mengoreksi integritas pemilu yang tercederai oleh perilaku menyimpang secara etik,” jelasnya.
Selanjutnya, ia menerangkan bahwa pasca adanya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, DKPP hanya menangani pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dari lembaganya permanen, mulai KPU atau Bawaslu Kabupaten/Kota hingga pusat.
Sedangkan pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu tingkat ad hoc ditangani oleh lembaga penyelenggara pemilu tingkat Kabupaten/Kota.
Menurutnya, saat ini dugaan pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh penyelenggara tingkat ad hoc ditangani dalam sidang yang terbuka. Hasil pemeriksaannya pun dibahas dalam rapat pleno, bukan menjadi domain tim pemeriksa.
“Tim pemeriksa hanya memeriksa saja, keputusan akhir tetap ada pada rapat pleno. Kalau tidak terbukti berarti direhabilitasi, kalau terbukti ada sanksi peringatan hinga pemberhentian,” ujar pria yang kerap disapa Pram ini.
Berdasar data Januari-Agustus 2020, kata Pram, terdapat 188 kasus pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh penyelenggara tingkat ad hoc. Dari jumlah tersebut, 179 di antaranya sudah diselesaikan.
Ia menambahkan, pelanggaran KEPP oleh ad hoc paling banyak ditemukan di Provinsi Bengkulu dengan 93 kasus. Urutan selanjutnya dalam lima besar adalah Papua (18), Sumatera Utara (16), Jawa Barat (9), dan Gorontalo (8).
Sebagai perbandingan, jumlah perkara yang sudah diperiksa DKPP selama per 6 November 2020 adalah 118 perkara.
Menurutnya, KPU, Bawaslu dan DKPP memiliki komitmen yang sama terhadap penegakan kode etik penyelenggara pemilu. Komitmen ini ditunjukkan dengan diadakannya sidang terbuka untuk menghilangkan kesan adanya perlindungan terhadap penyelenggara pemilu ad hoc oleh KPU atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
“Kalau KPU Kabupaten/Kota melindungi, malah fatal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Pram pun membahas isu “penempatan” orang-orang yang dilakukan Calon Kepala Daerah dalam masa Pilkada. Hal ini, katanya, sempat disebut langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, beberapa waktu lalu.
Pram menjelaskan, konteks dari ucapan Tito adalah pelaksanaan Pilkada saat ia masih menjadi polisi. Dan menurutnya, sejatinya ucapan Tito ditujukan pada praktik “penitipan” di penyelenggara tingkat ad hoc.
Ia merinci, calon kepala daerah memang kerap melobi KPU Kabupaten/Kota untuk memasukkan ‘orang-orangnya’ di badan ad hoc.
“Setelah saya masuk di dkpp dan melakukan beberapa pembahasan kasus, praktik ini memang nyata di masa lalu dan mungkin masih terjadi saat ini,” terang Ketua Bawaslu Banten periode 2013-2017 ini.
Oleh karenanya, Pram pun berpesan kepada KPU atau Bawaslu Kabupaten/Kota untuk memastikan nihilnya praktik lobi-lobi seperti yang disebutkan di atas.
Kalaupun ada partisipan yang lolos menjadi penyelenggara pemilu ad hoc tanpa adanya lobi-lobi dan memang memenuhi persyaratan formil, maka lembaga penyelenggara pemilu Kabupaten/Kota harus melakukan pengawasan internal yang sangat ketat.
“Jika ada indikasi kuat orang-orang itu melakukan pelanggaran kode etik harus ditegakan secara jujur dan transparan,” katanya.
“Jadi selain pengawasn internal dan internalisasi budaya integritas, penegakan etik memang harus ditegakkan tanpa tebang pilih,” tutup Pram. [Humas DKPP]